Pembangunan Hotel Ibis Terus Disoal

Foto Dokumentasi AMPERA.CO
PALEMBANG - Saksi ahli kontruksi geoforensik Manggala Pratama, Chaidir Anwar Makarim, Ph.D,.FCBArb, mengatakan, Pembangunan Hotel Ibis terindikasi banyak menuai persoalan hukum sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang (UU) Jasa Konstruksi nomor 18 Tahun 1999,

"Selain itu, UU 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan UU Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan kerja, sebab dampak yang terjadi akibat adanya aktifitas pembangunan hotel tersebut telah terjadi kerusakan pada areal radius sekitar 50 meter pada konstruksi basement dan dewatering dilakukan, kerusakan pada lingkungan dalam bentuk penurunan tanah di sekitar lokasi dan kerusakan konstruksi jalan raya, drainase, serta sangat dimungkinkan bangunan lain yang ada dikawasan pembangunan hotel,"katanya, Minggu (30/7/17).

 Sementara untuk penggunaan tower crane, sambung Chaidir, yang melewati diluar lokasi pembangunan sangat beresiko tinggi terhadap keselamatan dan kenyamanan masyarakat. “Dalam setiap pembangunan konstruksi basement gedung tinggi, paling tidak ada tiga aturan UU yang harus di patuhi. Yakni, UU Jasa Konstruksi 18 Tahun 1999, UU Nomor 32 Tahun 2009 dan UU Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan kerja,"kata pria yang menjabat sebagai, kata Ahli Geoforensik yang bersertifikat NAFE – USA.

Dilanjutkannya, jika aturan tersebut tidak dipatuhi. Maka, akan berdampak pada perencanaan dinding galian basement dan perencanaan dewatering akan berdampak. Apalagi jika konsultan perencanaan struktur basment yang tidak memiliki keahlian khusus berupa kepemilikan, Surat Keterangan Ahli (SKA) akan berakibat perencanaannya berpotensi mengalami cacat desain.

Namun, hal tersebut tidak akan terjadi bila tahap perencanaan ataupun kontraktor dan pemilik gedung mengikuti rujukan yang ada di dalam UU Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun 1999, UU 32 Tahun 2009 dan UU Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan kerja.

"Kerusakan yang diakibatkan oleh konstruksi pembangunan Hotel Ibis sangat memungkinkan terjadi secara progresif. Maka, atas dasar UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, serta UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebaiknya aktifitas kegiatan pembangunan konstruksi Hotel Ibis dihentikan sampai seluruh kerusakan diatasi dan seluruh tanggung jawab atas penanggulangan kerusakan dipenuhi,"bebernya.

Sementara itu, Head Legal Thamrin Group, Rudy Hartono S.Sos, SH, MH, dalam berbagai kesempatan tidak mau berkomentar banyak soal pembangunan Hotel Ibis. Sebab menurutnya tidak ada persoalan dalam pembangunan, karena pihaknya sudah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang. “Apanya yang salah, kan izin sudah ada,"katanya singkat.

Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Harobin Mustopa, mengatakan, pihaknya langsung menindaklanjuti rekomendasi DPRD Palembang yang tertuang dalam surat dengan nomor 170/462/DPRD/2017 tertanggal 18 Juli 2017. Dikatakannya, berdasarkan hasil sidak, Selasa (19/7), bersama Satpol PP, dinas PU PR, Camat, Lurah dan dinas terkait lainnya, memang benar banyak ditemukan kerusakan akibat proses pembangunan Hotel itu.

 “Berdasarkan intruksi Walikota Palembang, semua kerusakan lingkungan seperti, Jalan rusak, penyumbatan drainase dan kerusakan lainnya harus segera dibenahi dan diselesaikan segera mungkin. Paling lama 3 bulan semua kerusakan ini harus selesai, tidak ada lagi alasan lain,”katanya.

Mantan Asisten I Setda Palembang ini menyangkan banyaknya kerusakan lingkungan akibat pembangunan Hotel Ibis milik Thamrin Group, termasuk kerusakan juga Pos Polisi dan bangunan disampingnya. Dijelaskannya, pihak manajemen sudah mengakui kesalahannya dalam melakukan pembangunan tersebut, salah satu kesalahannya adalah memasang besi groud engker kedalam tanah. Meskipun itu dilarang. "Mereka mau bertanggungjawab,"katanya.

Pemerhati Sosial Ika Fisip Unsri, Bagindo Togar Butarbutar, mengatakan, pada dasarnya Pemkot Palembang, boleh melaksanakan rekomendasi tersebut atau pun tidak, "tentu semua itu memiliki konsekwensi baik secara hukum atau politik sebab bisa saja pihak DPRD Palembang melanjutkan rekomendasi yang tidak dijalankan tersebut ke ranah hak angket bahkan hak interplasi," Karena, sambung Bagindo, berdasarkan fakta dilapangan dan pengaduan masyarakat, banyak ditemukan indikasi kelalaian tekhnis dalam menjalankan IMB, sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan diareal pembangunan dan merugikan masyarakat.

 “Meskipun IMB sudah dikantongi seyogyanya kalau ada gejolak pada masyarakat, Pemerintah harus hadir dan meneliti tekhnis pelaksanaan izin, sudah benar atau belum,"katanya.

 Dijelaskannya, DPRD Palembang sangat wajar mengeluarkan rekomendasi tersebut karena bisa saja telah ditemukan indikasi unsur-unsur kelalaian atau tidak prosedural dalam proses keluarnya IMB atau proses tekhnis pembangunan setelah ada izin pelaksanaan pembangunan Hotel Ibis. Yang menjadi pertanyaan besar saat ini adalah, kenapa pihak eksekutif seolah-olah bersedia diadu dengan legislatif oleh pihak pengusaha atau pengembang dengan mengorbankan kelestarian lingkungan, dan kepentingan publik atau masyarakat sekitar.

"Hal ini tidak elok, karena sangat berhubungan dengan peran, wibawa dan tanggungjawab serta kepercayaan kedua lembaga diranah publik Palembang,"katanya. Oleh karenanya, ditambahkannya, pihak eksekutif, harus membuka diri atas rekomendasi yang dikeluarkan DPRD Palembang dan bisa bersama-sama melihat persoalan ini dilapangan dengan menghadirkan tim ahli konstruksi dari lembaga profesional terkait atau perguruan tinggi secara formal.

Sebelum memutuskan pembangunan dilanjutkan atau tidak. Diketahui, persoalan Pembangunan Hotel Ibis yang berada di Jalan Letkol Iskandar, Kelurahan 15 Ilir, Kecamatan Ilir Timur (IT) I, eks Bioskop Sanggar tersebut sudah dilaporkan ke Polresta Palembang dengan Nomor Laporan STTLP/593/III/2017/SPK. Tertanggal 8 Maret 2017.

Sumber : AMPERA.CO
Diberdayakan oleh Blogger.