Ketua KPK Ditargetkan Masuk Bui

Ketua KPK Agus Rahardjo. foto Ist
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan DPR dan dengan Kejaksaan Agung dinilai sejumlah kalangan semakin memanas. Hal ini terkait dengan sepak terjang lembaga antirasuah itu dalam pemberantasan korupsi. Aksi KPK ini dinilai merugikan oknum-oknum politisi dan oknum jaksa, apalagi disebut tak sesuai prosedur hukum dan melanggar HAM. Ujung-ujungnya, Ketua KPK Agus Rahardjo ditargetkan masuk bui.

Memanasnya hubungan KPK dengan DPR dan dengan Kejagung, meski di depan umum tampak mesra, diakui Koordinator Presidium Pergerakan Andrianto dan pengamat politik Zulfikar Ahmad. Keduanya mengatakan, pembentukan pansus KPK oleh DPR menunjukkan kerenggangan tersebut. Selain itu, penangkapan oknum jaksa memicu retaknya hubungan KPK dengan Kejagung. Beberapa waktu lalu sejumlah jaksa memprotes dan menyatakan kecewa kepada KPK karena hanya menangani kasus-kasus recehan dalam penangkapan oknum jaksa.

Bahkan, sejumlah kalangan menyebutkan, tindakan KPK menjadikan tersangka dan menangkap sejumlah politisi dari parpol besar juga memicu retaknya hubungan tersebut. Diperparah lagi dengan upaya KPK mengusut kasus-kasus besar seperti BLBI, E-KTP, dan lainnya. “Tentu saja hal ini memicu kemarahan parpol-parpol besar. Merekapun berusaha memperlemah KPK dan menargetkan Ketua KPK masuk bui seperti yang dialami ketua KPK sebelumnya, Antasari Azhar dan Abraham Samad,” kata Zulfikar kepada Harian Terbit, Selasa (12/9/2017).

Hal sama disampaikan Andrianto, menurutnya ada beberapa kasus yang menimpa pimpinan KPK. “Novel Baswedan sudah dilaporkan ke Polda metro. Sementara Ketua KPK juga sudah dilaporkan terkait dugaan keterlibatan dalam kasus E-KTP. Semua ini bisa jadi karena sepak terjang KPK selama ini sudah mengancam oligarkhis elit parpol besar. Jadi kalau ada yang menyebut- nyebut Agus Rahardjo ditargetkan masuk bui, saya juga membaca ada kemungkinan ke arah itu,” papar Andrianto dihubungi terpisah.

Zulfikar dan Andrianto menyatakan dukungan terhadap KPK untuk memberantas korupsi yang sudah semakin massif. Namun, dalam menangkap pelaku korupsi diharapkan KPK sesuai aturan hukum, dan jangan sampai melanggar HAM. “Kita komit korupsi harus diberantas,” papar Andrianto. Andrianto mengemukakan, semua sama di depan hukum. Artinya hukum berlaku terhadap siapapun. Mestinya KPK cepat menahan siapapun yang sudah tersangka.

“Termasuk Setnov, meski Ketua DPR. Ini kan banyak tersangka tidak ada progres, seperti RJ Lino dalam kasus Pelindo, sudah lebih setahun jadi tersangka. Banyak yang bolong-bolong di KP Jadi tidak heran bermunculan kasus yang menimpa KPK, antara lain Agus Rahardjo yang sudah dilaporkan,” paparnya.

Tidak Kuat 

Terpisah, Direktur Goverment Watch (Gowa) Andi Saputra mengatakan, delik pidana untuk menahan Ketua KPK Agus Rahardjo secara hukum tidak kuat.

Pertama, Jaksa Agung tak dapat serta merta melakukan penyidikan terhadap perbuatan Agus Rahardjo selaku Kepala LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah) yang disyalir telah melakukan praktik tindak pidana korupsi. "Kejagung mesti terlebih dahulu mengeluarkan sprindik untuk memulai melakukan penyelidikan," ujar Andi kepada Harian Terbit, Rabu (13/9/2017).

Kedua, sambung Andi, sebagai institusi negara dalam penegakan hukum, Kejagung tidak dapat menangkap pejabat negara yang belum diketahui atau belum ditemukan dua alat bukti yang cukup adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara. Apalagi jika diketahui tindak pidana korupsi itu dilakukan oleh seorang pejabat negara setingkat menteri dari suatu institusi penegakan hukum.

Ketiga, apa yang dilakukan oleh Agus Rahardjo ketika menjabat sebagai kepala LKPP terkait dengan saran/rekomendasi kepada Soegiharto, selaku Direktur PIAK (Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan) agar tak menggabungkan antara pekerjaan teknis dengan pekerjaan pengadaan dilakukan guna mempermudah pelaksanaan maupun pengawasan penyelenggaraan tender e-KTP.

Termasuk pula Agus menyarankan agar lelang dilakukan dengan menggunakan e-procrument dan tidak dengan lelang manual. Semua saran tersebut bukan termasuk lingkup tindak pidana korupsi justru sebaliknya diberikan agar dapat meminimalisir terjadi kebocoran dan praktik korupsi dalam penyelenggaran e-KTP yang proyeknya bernilai Rp5,9 triliun. Sehingga sangat keliru apabila seorang Jaksa Agung bertindak gegabah tanpa disertai dengan nalar hukum yang sehat.

 "Apa yang hendak dilakukan oleh Jaksa Agung justru menimbulkan pertanyaan publik, sebenarnya Jaksa Agung ini paham soal hukum atau tuna hukum?," tanya Andi. Seperti diketahui, ketidakhadiran KPK dalam rapat dengar pendapat dengan Pansus Angket DPR disebut sejumlah kalangan membuat hubungan kedua lembaga negara ini semakin memanas. Rapat dengar pendapat untuk meminta klarifikasi atas keterangan Direktur Penyidikan KPK, Aris Budiman yang menyatakan adanya friksi dalam lembaga anti rasuah ini.

Sebelumnya Ketua KPK, Agus Rahardjo menyatakan akan menahan anggota Pansus Angket KPK karena melakukan upaya menghalangi penegakan hukum ( Obstruction of Justice ). Namun, Pansus balik mengancam agar Ketua KPK berhati - hati dalam berbicara atau akan dilaporkan ke kepolisian. Jika terus seperti ini, banyak energi terbuang untuk hal yang tak substantif. “Kita berharap kedua lembaga negara baiknya untuk menahan diri dan meredam situasi.

Dalam situasi tegang seperti ini, hal-hal kecil bisa jadi hal yang serius. Kita komit korupsi harus diberantas, namun dalam mencari fakta hendaknya KPK tidak melanggar undang-undang,” kata Zulfikar. Safari/Alee) sumber : harianterbit
Diberdayakan oleh Blogger.