Benang Kusut Pungli, Suap dan Hadiah




Oleh : Rizal Ependi

Pungutan liar atau pungutan tidak resmi yang dikenal sebagian kalangan dengan pungli merupakan kejadian/peristiwa memberi dan menerima sebuah benda/barang berharga (dalam arti luas) atau materi yang dilakoni sedikitnya oleh dua pihak, satu bertidak sebagai pemberi dan lainya penerima. Pungli tidak sama dengan pungutan, dikatakan pungli karena praktik memberi dan menerima suatu benda/barang berharga bahkan berupa alat tukar (uang), tidak memiliki perizinan/persetujuan dari pihak berkompeten, alias hanya disepakati kedua belah pihak.

Sedangkan pungutan konotasinya positif dan dapat memiliki arti sebuah kejadian/peristiwa memberi dan menerima yang tidak hanya melibatkan dua pihak saja. Namun ada pihak lain yang berlakon sebagai pemberi izin atas praktik tersebut. Contoh kecil sebuah pungutan sewa parkir kendaraan bermotor.

Petugas parkir sebagai pihak penerima pungutan mengantongi karcis tanda parkir sebagai legalitas dan memberikan kepada pihak kedua sebagai pemberi benda/barang atau alat tukar (uang). Sebaliknya pemberi pungutan akan bertindak sebagai penerima karcis pakir setelah memberikan uang parkir. Biasanya karcis parkir ini dikenal dengan nama karcis retribusi parkir.

Legalitasnya dapat dipertanggungjawabkan sebab kertas karcis tersebut legal karena diterbitkan oleh Pemerintah Daerah dan ada aturannya. Sedangkan Pungli biasanya terjadi setelah adanya kesepakatan antara keduabelah pihak untuk melaksanakan sebuah aktivitas yang saling menguntungkan. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai fee atau tanda ucapan terimakasih karena pihak pemberi telah mendapat persetujuan dari pihak penerima untuk melakukan sebuah aktivitas, namun tidak mendapat persetujuan atau izin dari pihak bekompeten.

Pungli dominan terjadi pada sebuah aktivitas ilegal atau tidak resmi. Kendatipun ada juga yang terjadi pada aktivitas resmi, dalam hal ini pungli dapat bertindak sebagai pelumas/pelicin untuk memuluskan sebuah urusan. Pungli dapat dilakukan sebelum mapun setelah dilaksanakannya sebuah aktivitas. Mengenai jenis bentuk dan jumlah barang/benda/atau materi yang diberikan sebagai alat pungli tergantung kesepakatan penerima dan pemberi.

Sejujurnya, lahirnya pungli seiring dengan lahirnya sebuah kepentingan. Karena pungli diposisikan sebagai pelumas. Jadi tak heran kalau para penerima pungli sengaja membuat usuran menjadi tersendat dengan berbagai dalih dan strategi guna melahirkan praktik tersebut. Disinilah ada perbedaan antara pungli dengan hadiah. Kendati sama-sama praktik memberi dan menerima, namun harus melihat pada jenis dan kepentingan antara keduabelah pihak.

Menurut hemat saya, jika salah satu pihak memberikan benda/barang berharga dan materi sekalipun kepada pihak lain tanpa unsur tekanan dan kepentingan pihak pemberi, hal itu tak dapat dikatakan sebagai pungli. Namun lebih pas disebut sebagai hadiah. Namun jika pemberian berkaitan dengan kepentingan, semisal seorang kontraktor yang memberikan benda/barang berharga atau materi kepada seorang pejabat daerah atau pejabat negara yang tujuannya untuk memuluskan urusan sebuah proyek atau yang berkaitan dengan proyek pemerintah, itu disebut suap atau sogok.

Tapi ada juga yang menyebutnya pungli dan uang pelicin atau fee proyek. Dapat disimpulkan, apapun bentuk pungutannya jika tanpa persetujuan pihak berkompeten dapat dikatakan sebagai sebuah pungutan tidak resmi alias pungutan ilegal. Persetujuan dari pihak berkompetenpun harus dibuktikan dengan sebuah alat bukti seperti : Kalau pungutan parkir dibuktikan dengan karcis retribusi parkir yang legalitasnya dari pemerintah daerah setempat. Kemudian pungutan pajak juga ada bukti tertulis tentang legalitas pungutan dari kantor pajak dan begitulah seterusnya. (walau sedikit semoga bermanfaat).
Diberdayakan oleh Blogger.