Tingkat Konsumsi Rumah Tangga Menentukan Ekonomi 2018

Foto Ist
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA – Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia pada 2018 tumbuh 5,3 persen, lebih tinggi dari proyeksi 2017 sebesar 5,1 persen. Namun, proyeksi 2018 itu sedikit lebih rendah dari target Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan pertumbuhan mencapai 5,4 persen pada 2018.

 Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia, Frederico Gil Sander mengatakan, ada risiko yang bisa mengganggu proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018, antara lain konsumsi rumah tangga yang lebih lambat dari perkiraan dan harga komoditas yang belum pulih sepenuhnya, sehingga mengganggu kinerja ekspor.

 Risiko ini berasal dari eksternal, yaitu normalisasi kebijakan moneter, situasi geopolitik yang memanas, melemahnya harga komoditas dan pertumbuhan ekonomi di China yang selama ini menjadi mitra perdagangan Indonesia. "Penurunan harga komoditas yang lebih tajam dari yang diperkirakan, seperti batu bara, secara signifikan dapat melemahkan perdagangan dan memberikan tekanan terhadap neraca pembayaran serta penerimaan pajak dan menghambat pertumbuhan," kata Gil Sander dalam pemaparannya di Jakarta, Kamis (14/12/2017).

 Risiko lainnya, dia melanjutkan, berasal dari dalam negeri, yakni tahun politik yang bermula 2018, momentum reformasi yang berjalan lambat, penyesuaian harga energi dan penerimaan pajak yang berada di bawah ekspektasi. "Di sisi lain, kenaikan harga minyak yang tajam dapat menyebabkan kombinasi inflasi dan penurunan daya beli konsumen yang lebih tinggi, serta beban subsidi yang lebih besar bagi keseluruhan sektor publik," tambah Gil Sander.

Upah Buruh Terpisah, Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memperkirakan ekonomi Indonesia tahun depan hanya akan tumbuh 5,22 persen. Seperti perkiraan Bank Dunia, alasan dari proyeksi tersebut kurang lebih sama, yakni risiko tertekannya konsumsi rumah tangga yang sudah berlangsung sejak 2011.

Apalagi, menurut Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Agus Eko Nugroho, peningkatan upah buruh dan petani tidak berdampak signifikan terhadap upah riil. Hal ini diperparah dengan sumber inflasi yang terus menekan. “Sekarang bukan lagi dari bahan pangan (pelemahan konsumsi), tapi dari transportaso, komunikasi dan perumahan. Sudah bergeser,” kata Agus.

Namun, kata dia, kondisi indikator ekonomi makro di tahun ini tetap akan menjadi tolak ukur di tahun depan. “Kondisi ekonomi Indonesia secara makro pada tahun ini masih terkendali. Walaupun, kondisi ekonomi dalam tekanan defisit fiskal dan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di bawah besaran yang diharapkan,” tuturnya. Faktor Eksternal Sedangkan, Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Maxensius Tri Sambodo menambahkan, selain faktor internal, kondisi eksternal juga menentukan pertumbuhan ekonomi 2018.

Faktor tersebut diantaranya posisi daya saing, kemudahan berbisnis, peringkat negara tujuan investasi, dan peringkat utang. “Kendati demikian, kondisi kebijakan ekonomi negara maju yang mulai meningkatkan suku bunga serta `kegaduhan` dalam hubungan internasional akhir-akhir ini patut diperhitungkan," katanya.

Selain itu, transaksi online yang masif akan terus terjadi di 2018 dalam kondisi persaingan yang semakin dinamis, sehingga menuntut adanya langkah-langkah lanjutan dari para pelaku bisnis untuk bersaing membangun efisiensi dan memberikan kemudahan sebesar-besarnya kepada konsumen. "Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan instansi terkait lainnya perlu bersatu padu untuk memastikan terbangunnya tata kelola yang handal seiring dengan `booming` bisnis di transaksi online," ujar Maxensius.

Pendapat berbeda disampaikan Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Rosan P Roeslani. Menurut dia, meskipun Indonesia akan memasuki tahun politik pada 2018 mendatang, ekonomi akan tetap tumbuh positif seiring dengan geliat ekonomi dunia yang membaik. “Pengusaha harus selalu optimis. (Dan) secara persepsi dunia, kelihatannya akan naik 3,7 persen lebih tinggi dari sebelumnya," kata Rosan.

Dalam sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, Rabu (6/12/2017), Presiden Jokowi menginstrusikan menteri di kabinetnya untuk meningkatkan kinerja dan fokus menghadapi tahun politik 2018 mendatang. Presiden menginginkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh 5,4 persen pada 2018 sesuai dengan target yang dipatok dalam APBN. "Jangan ada yang terganggu konsentrasi kerja, fokus bekerja kejar target yang ditentukan," tegasnya. (Arbi/Ant/CL)

sumber : harianterbit.com
Diberdayakan oleh Blogger.