Usung Tokoh Bermasalah di Pilkada Serentak 2018, PDIP Akan Makin Terpuruk

Foto Bendera PDIP. Foto Ist
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Pasca kalah pada pertarungan Pilkada DKI Jakarta dan dibeberapa daerah lainnya, sejumlah kalangan memprediksi kekalahan akan kembali menimpa beberapa calon yang diusung partai berlambang banteng tersebut. Hal ini apabila partai tersebut tetap mengusung calon-calon bermasalah, terindikasi dugaan korupsi dan kader tidak berprestasi saat menjadi kepala daerah pada Pilkada serentak 2018 nanti.

Sementara kader yang punya track record dan punya elektabilitas baik, seperti Tri Rismaharini tidak diusung menjadi calon gubernur. Nama besar PDIP dinilai semakin terpuruk. Hal itu terjadi atas beberapa faktor, seperti banyaknya kader yang terlibat kasus korupsi‎, hingga sering 'blunder'nya keputusan politik yang berimbas pada banyaknya kekalahan PDIP pada pertarungan politik di beberapa wilayah.

Selain itu, anggapan mengenai sosok dan rekam jejak politik sosok yang akan berlaga di pilkada serentak jadi pengaruh ‎dalam pertarungan politik. Sebagai contoh, beberapa nama seperti Ganjar Pranowo maupun Djarot Saiful Hidayat yang santer diberitakan akan berlaga dalam pertarungan politik.

“Seharusnya PDIP mengusung tokoh-tokoh bersih dan tokoh berprestasi untuk maju pada pilkada, bukan malah yang terindikasi korupsi. Jika ini dilakukan maka PDIP kehilangan suara karena ditingggalkan masyarakat,” ujar pengamat politik Zufikar Ahmad kepada Harian Terbit, Kamis (28/12/2017).

Makin Terpuruk Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago melihat, PDI P saat ini tak lagi mendengar suara rakyat. Padahal, kata dia, partai adalah bagian yang sudah seharusnya tunduk berdasarkan kehendak dan aspirasi kader akar rumput. Sehingga, lanjut Pangi, pesan yang terkirim dan sampai ke benak publik adalah, PDIP bukan lagi partai wong cilik.

"Sekarang PDIP partai yang ditaklukkan realitas pemilik modal," ujar Pangi di Jakarta Kamis (28/12/2017). Sebaiknya, kata dia, faktor 'Ahok Effect' dalam Pilkada, dijadikan bahan evaluasi. Sebab di tempat lain, yang berkaitan dengan status jabatan Gubernur, PDIP juga sedang menghadapi masalah yang cukup rumit.

"Hati-hati jangan sampai kekalahan Ahok menjadi awal dari kehancuran PDIP," pesannya. Adapun dua kader terbaik PDIP, Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) dan Olly Dondokambey (Gubernur Sulawesi Utara), disebut-sebut terlibat dalam mega skandal korupsi e-KTP.

Pangi menuturkan, soal apakah tuduhan terhadap kedua kader PDIP itu benar atau tidak bisa dibuktikan, merupakan soal tersendiri. Tapi bahwasanya nama kedua Gubernur tersebut disebut-sebut kecipratan uang korupsi, hal ini sudah cukup menjadi sebuah masalah.

"Citra positif partai tergerus. Ditambah lagi sejumlah kader PDIP akhirnya masih penjara," terang dia. Kekalahan Ahok ini, kata Pangi, menjadi sebuah pembelajaran tersendiri berhubung PDIP harus membayarnya dengan harga yang begitu mahal. Salah satunya adalah keputusan PDIP mendukung Ahok berakibat PDIP kehilangan Boy Sadikin.

Elektabilitas Pengamat Politik Hendri Satrio mengatakan, meski elektabilitas tinggi namun PDIP belum tentu menjagokan Ganjar Pranowo pada pilkada tahun depan. "Karena ada pertimbangan yang sangat riskan lantaran GP masih berkemungkinan terseret kasus korupsi E-KTP. Saya rasa PDIP tidak berani gambling di daerah yang memiliki daftar pemilih tetap (DPT) lebih dari 27 juta suara," ujarnya di Jakarta, Kamis (28/12/2017).

Sementara itu pengamat politik Effendi Ghazali mengatakan kontestasi politik di Pilkada Jawa Tengah tergantung pada langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya KPK memiliki peran penting dalam mengusut tuntas kasus proyek e-KTP yang disebut-sebut melibatkan sejumlah pihak termasuk Ganjar Pranowo. "Khusus Jateng kita tunggu langkah KPK apakah cerita Novanto akan dikejar secara cepat dikaitkan dalam nyanyian Nazarudin," kata Effendi beberapa waktu lalu.‎

Effendi mengatakan, jika KPK mampu mengusut tuntas sampai kepada nama-nama gubernur yang disebutkan Nazarudin maka ada perubahan kontestasi dalam politik di Pilgub Jateng yang akan digelar 2018 mendatang. Belum Calonkan Adapun hingga kini PDIP ‎belum mengumumkan kandidat yang akan diusung dalam Pilgub Jateng 2018.

Meski, disebut-sebut akan kembali mengusung Ganjar Pranowo yang saat ini menjabat sebagai Gubernur. Sejumlah spekulasi pun muncul terkait adanya pro dan kontra serta hambatan dalam mengusung kembali mantan anggota Komisi II DPR tersebut. Namun hal ini dibantah Sekjen DPP PDIPHasto Kristiyanto. Menurutnya, Ganjar memiliki kinerja yang baik. Buktinya, sejumlah penghargaan dapat diraih Jateng di bawah kepemimpinan Ganjar.

"Kalau kita lihat dari kehidupan, pak Ganjar adalah sosok sederhana. Bahkan dari kepemimpinan pak Ganjar, bahwa provinsi Jateng mendapatkan penghargaan beberapa kali dari KPK," kata Hasto di Jakarta, Kamis (28/12/2017). Hasto juga menambahkan, saat iniPDIP tengah berkonsentrasi dan mempersiapkan pelaksanaan pilkada serentak.

Hal ini dinilai sebagai perwujudan semangat gotong royong partai. "Termasuk kita hadirkan pesan-pesan khusus yaitu politik lingkungan dan politik hijau. Ke depan kita memiliki tema yang khusus, sesuai dengan daerah yang akan kami umumkan," tandasnya‎. Soal Reklamasi Disisi lain, nama Djarot juga tak lepas dari sorotan kinerjanya saat memimpin DKI.


Bahkan, saat memimpin DKI, namanya disebut-sebut dalam kasus NJOP pulau C dan D reklamasi pantai utara. Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, sempat menilai, pihak Polda Metro Jaya hendaknya memanggil pihak-pihak maupun orang-orang yang terindikasi terlibat. "Jangan lupakan Djarot.

Dia juga harus dimintai keterangan. Dugaan koruptif kebijakan tersebut atas persetujuan Djarot sebagai orang nomor satu di Pemprov DKI ketika itu," kata dia di Jakarta, beberapa waktu lalu. Uchok menegaskan, jika pihak Polda tak berani memanggil, sebaiknya kasus tersebut dikembalikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya yakin Pak Djarot mengetahui," tegas Uchok. Terlebih, kata Uchok, Djarot sempat mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 137 Tahun 2017, tentang Panduan Rancang Kota Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta sebelum lengser. "Ini bukti. Jadi, jangan hanya panggil pejabat dan DPRD DKI saja," ucap Uchok.

Ia menerangkan, indikasi Pergub 137 bermasalah antara lain karena dikeluarkan sebelum Perda Tata Ruang Zonasi disahkan. Selain itu, ada juga kaitannya dengan perbedaan hasil pembahasan dan penetapan NJOP dari Rp10 juta menjadi hanya Rp3,1 juta. "Jelas ada indikasi permainan," tandas Uchok. (*)

sumber : harianterbit.com
Diberdayakan oleh Blogger.