Data 1 Juta Pengguna Facebook Bocor, Bahaya dan Bisa Disalahgunakan; Pemerintah Diminta Tegas

foto istimewa

JAMBITERBIT.COM, JAKARTA  - Pengguna Facebook  di Tanah Air resah, menyusul dicurinya data 1 juta pengguna Facebook Indonesia oleh Cambridge Analytica. Terkait hal ini pihak Facebook  sudah melanggar UU ITE dengan ancaman pidana 12 tahun penjara. Sekarang adalah saat yang tepat bagi pemerintah untuk bersikap tegas pada Facebook karena tidak mengindahkan pentingnya regulasi data pribadi.
"Satu juta orang data pengguna Facebook tanah air yang diambil bukan angka yang kecil. Ini adalah fenomena gunung es, saat masyarakat kita banyak menggunakan layanan asing dan datanya disalahgunakan," kata pakar keamanan siber dari CissRec, Pratama Persadha kepada Harian Terbit, Kamis (5/4/2018).
Dia mengatakan,  keberadaan Facebook memang kacau karena sembarangan memberi ijin kepada pihak tertentu untuk mengakses privacy (data pribadi) pengguna atau user Facebook. Karena saat ini setidaknya ada 87 juta data pengguna Facebook telah diambil dan diolah oleh Cambridge Anlytica. Kurang lebih 1.096.666 diantaranya adalah data pengguna Facebook dari Indonesia. 
"Fakta ini memunculkan kekhawatiran di tanah air, Kominfo sudah melayangkan surat panggilan kepada perwakilan Facebook untuk dimintai keterangan," ujar Pratama.
Pratama menuturkan, perlu diketahui Facebook tidak hanya mampu mengintip data kontak telepon penggunanya tapi juga bisa melihat isi percakapan pada Facebook Messenger. Dengan fakta ini maka publik saat ini mempertanyakan sejauh mana keamanan dan jaminan privasi Facebook, apalagi platform lain Whatsapp dan Instagram juga berada di bawah naungan Zuckerberg, pemilik Facebook.
Lebih lanjut Pratama mengatakan, dengan membocorkan data pengguna maka Facebook sudah melanggar UU ITE dengan ancaman pidana 12 tahun penjara. Oleh karena itu Kominfo harus bisa bersikap tegas melindungi data masyarakat tanah air dari ulah Facebook. Dengan kejadian ini maka diharapkan bisa menjadi pelecut agar Kominfo lebih tegas pada layanan yang tidak mengindahkan pentingnya regulasi data pribadi. 
Pratama menuturkan, sudah sejak lama ia mengkritisi keamanan data pengguna Facebook. Dengan momentum ini maka pemerintah harus mendesak Facebook membuka server di tanah air, karena ini sangat erat dengan keamanan data pengguna. Karena sangat terbuka kemungkinan hal ini juga dilakukan aplikasi dan layanan internet lainnya. Karena itu pemerintah harus bekerja keras agar mereka ini bisa mematuhi aturan yang ada di tanah air. 
"Membangun server di tanah air adalah kewajiban bagi perusahaan teknologi besar seperti Facebook dan Google, apalagi mereka memanen begitu banyak data dari masyarakat," paparnya.
Pratama mengungkapkan, dalam kasus Facebook pengambilan data dilakukan secara sistematis. Salah satu pintu masuknya adalah para pengguna Facebook yang menggunakan aplikasi pihak ketiga untuk bermain kuis maupun game. Dari sanalah Cambridge Analytica masuk dan mengambil data. 
Setting privasi relatif tidak berguna saat pengguna masih terhubung dengan layanan pihak ketiga di Facebook. Pengguna bisa masuk ke setting dan menghapus semua layanan pihak ketiga tersebut agar lebih aman.
Sejak 4 April lalu Facebook sudah mengeluarkan pernyataan, salah satunya adalah Facebook berjanji bahwa sejak 9 April 2018, di bagian atas news feed (atau beranda) akan muncul notifikasi aplikasi pihak ketiga apa saja yang dipakai pengguna facebook. Nantinya pengguna Facebook bisa melakukan pilihan untuk menghapus pemakaian aplikasi tersebut pada akun masing-masing.
Selain itu Facebook juga mulai menghapus dan membatasi API (application Programm Interface) yang bisa diakses oleh aplikasi di Facebook. API pada grup, fan pages, Facebook messenger dan Instagram hanya akan bisa diakses oleh aplikasi yang sudah mendapatkan persetujuan Facebook. Ini berarti developer lokal yang selama ini mendapatkan keuntungan dengan membangun berbagai tools optimasi Facebook juga harus mendapatkan approval terlebih dulu.
"Salah satu yang sangat krusial adalah Facebook menghapus fitur searching yang selama ini bisa menggunakan nomor seluler ataupun email. Ini guna mengurangi praktek pengumpulan data oleh aplikasi pihak ketiga," jelasnya.
Data Pribadi
Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi menjelaskan, pemerintah bisa memakai Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.
"Praktik penggalian data memang tidak bisa dilawan tapi harus diperhatikan oleh negara bahwa praktiknya tidak semena-mena dan tidak bertentangan dengan hukum," ucap Wahyudi.
Selain pemerintah, Wahyudi menilai DPR juga bisa memanggil Facebook dalam kapasitas meminta klarifikasi. Belum disahkannya RUU Perlindungan Data Pribadi menempatkan DPR tidak bisa memberikan sikap yang mengikat secara hukum terhadap penyelenggara sistem elektronik seperti Facebook. "Tapi DPR bisa mendesak pemerintah memaksa Facebook agar lebih patuh," imbuhnya.
Sementara itu Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara melibatkan Polri dalam memproses kasus pencurian data Facebook. Facebook terancam sanksi.
"Kalau saya kan penindakan hukumnya di dunia maya, nanti kalau diproses akan ada proses di polisi," kata Rudiantara di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Bila terbukti ada kesalahan, Facebook pun bisa diganjar hukuman badan sampai 12 tahun maupun denda sampai Rp12 miliar. Ini tercantum dalam Undang-Undan Nomor 11 Tahun 2008 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Rudiantara mengaku sudah menelepon Facebook pada 2 minggu lalu. Sekitar 10 hari yang lalu, dia juga telah meminta Facebook untuk mengecek berapa pengguna Facebook Indonesia yang menjadi korban. "Nah, tadi siang saya sudah telepon Facebook, dan sore ini saya mau ketemu dengan Facebook," jelas dia.
CTO Facebook sempat memberikan informasi terbaru tentang jumlah pengguna Facebook yang datanya disalahgunakan dalam skandal Cambridge Analytica. Pada awalnya, diperkirakan bahwa ada 50 juta pengguna Amerika Serikat yang terpengaruh. Ternyata, ada 87 juta pengguna yang terpengaruh. Sebanyak satu juta di antaranya adalah pengguna Facebook Indonesia.


Penulis : Safari
sumber : harianterbit
Diberdayakan oleh Blogger.