Harga Jual Karet Rp 5000 Per Kilo Gram

Kebun Karet Rakyat di Kabupaten Muarojambi. foto jambiterbit.com
 JAMBITERBIT.COM, MUAROJAMBI - Sebulan terakhir harga jual getah karet basah di tangan petani hanya Rp 5000 per kilogram. Kondisi ini membuat petani mengeluh. Perolehan itu tak berbanding lurus dengan tingginya biaya kebutuhan hidup.

Jamaluddin (41) petani di Desa Bukitbaling, Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muarojambi membandingkan harga jual getah karet basah saat ini dengan harga beras kualitas premium.

Dia mengambil contoh harga beras kualitas premium Cap Raja saat ini Rp 195 ribu rupiah per karung 20 kilo gram.  Dalam artian satu kilonya Rp 9.750. Sedangkan harga jual getah karet Rp. 5000 per kilogram. "Jadi untuk mendapatkan satu kilo beras kualitas premium, petani harus berusaha mencari paling tidak 2 kilo gram getah karet basah," ujar Jamaluddin di Jambi, Sabtu (14/4/2018).

Diakatakan Jamaluddin, dalam sehari getah karet basah diperolehnya berkisar 10 sampai 15 kilogram. Dalam sebulan petani menyadap rata-rata 20 hari, bahkan kurang dari itu. Jika dihitung pengahasilan rata-rata Jamaluddin Rp 1.500 ribu perbulan. "Biaya hidup lebih dari itu, kalau saya dengan 4 orang anak bisa mencapai Rp 2.500 ribu per bulan, belum lagi untuk biaya sekolah anak," terangnya.

Kalkulasi Jamaluddin adalah hitungan awam masyarakat kelas bawah. Tapi itulah adanya, petani saat ini banyak yang mengeluh, karena sebelumnya harga jual getah karet ,mencapai Rp 10 ribu rupiah per kilo gram.

Keluhan serupa diungkapkan petani lainnya, Jarsiman (25) misalnya, petani karet dengan sistem paroan ini sangat kuatir dengan kondisi anaknya yang masih SMP. Karena menurutnya tak lama lagi anaknya akan membutuhkan biaya besar untuk masuk SMA. "Saya tinggal di Sengeti, dekat lapangan itu," ujar Jarsiman yang akrab dipangil Iman ini.

Menurut Jarsiman, kekurangan biaya hari-hari saat ini tertutupi, karena selain menyadap karet milik orang lain, istrinya Lina juga berjualan di Pasar Kalangan di Muarojambi. "Ya kalau sayur dan ikan jarang kami beli, tapi pemenuhan untuk biaya sekolah anak yang jadi fikiran," keluhnya.

Cerita Jamaluddin dan Jarsiman tersebut salah satu potret kehidupan petani di desa. Banyak lagi Jamal dan Iman lain yang bernasip sama. Walaupun meraka masih hidup dalam kekurangan, tapi mereka tak lagi mengontrak rumah bedeng untuk tempat tinggal. Mereka selalu berharap harga karet bisa naik agar anaknya dapat bersekolah. (red/jt/hlm)
Diberdayakan oleh Blogger.