Tenaga Kerja Asing Ilegal dari China Banjiri Indonesia

Ilustrasi TKA Asal Cina/Ist

JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Ombudsman menemukan maladaministrasi pada proses masuknya tenaga kerja asing (TKA) selama tahun 2017. Laporan yang direncanakan bakal terbit dalam waktu dekat tersebut bakal merinci kantung-kantung lokasi masuknya TKA ilegal, instansi kementerian dan lembaga terkait, beserta rekomendasi yang dilayangkan oleh Ombudsman. Temuan Ombudsman ini semakin membuktikan Indonesia dibanjiri TKA ilegal. TKA, umumnya daari China bebas masuk negeri ini.
 
“Bebasnya TKA ilegal,  umumnya dari China masuk Indonesia lantaran perubahan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No.16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pengunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), dimana melalui peraturan tersebut, yang awalnya mensyaratkan TKA harus bisa berbahasa Indonesia sekarang dihapuskan,” kata Komisioner Ombudsman Laode Ida di Jakarta. 
 
Sementara itu Kepala Departeman Komunikasi dan Media Konpederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S. Cahyono mengatakan, temuan Ombudsman tersebut sebuah bukti negeri ini dibanjiri TKA ilegal. Mereka bebas masuk Indonesia. 
 
“Pemerintah harus bertanggungjawab atas temuan Ombudsman terkait maladministrasi TKA. Karena kebijakan yang dibuat pemerintah semakin mempermudah masuknya TKA ke Indonesia. Sehingga akan membuat cemburu pekerja lokal,” kata Kahar di Jakarta, Kamis (26/4/2018).
 
Menurutnya, bukti pemerintah mempermudah TKA masuk Indonesia bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertama, dihapuskannya kewajiban berbahasa Indonesia. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang menggantikan Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Permenaker 16/2015).
 
"Ketika kewajiban bisa berbahasa Indonesia dihapus, bagaimana mungkin bisa terjadi transfer of job dan transfer of knowledge? Padahal keberadaan TKA yang memiliki keterampilan adalah agar terjadi alih pekerjaan dan alih keterampilan," ujarnya. 
 
Kedua, ujar Kahar, dihapusnya rasio jumlah TKA dengan tenaga kerja lokal.
Setelah Permenaker 16/2015 lahir selang berapa bulan kemudian, Menteri Ketenagakerjaan kembali menerbitkan aturan baru terkait tata cara penggunaan TKA di Indonesia yaitu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2015 (Permenaker 35/2015). Permenaker 35/2015 ini menghilangkan, menambah, dan mengubah beberapa pasal dalam Permenaker 16/2015.
 
Sebelumnya, Permenaker 16/20015 mengatur bahwa perusahaan yang mempekerjakan 1 (satu) orang TKA harus dapat menyerap sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang tenaga kerja lokal pada perusahaan yang sama. Ironisnya, kebijakan rasio jumlah TKA dengan tenaga kerja lokal (1 banding 10) ini dihapuskan oleh Permenaker 35/2015. Penghapusan Permenaker tersebut dikhawatirkan akan menghilangkan kesempatan terjadinya alih pengetahuan dan alih teknologi dari TKA ke tenaga kerja lokal. 
 
"Penghapusan rasio ini memberikan kemudahan bagi perusahaan yang berbisnis di Indonesia untuk memperkerjakan TKA secara lebih murah karena tidak perlu memperkerjakan lebih banyak tenaga kerja lokal dan tidak adanya kewajiban melakukan pelatihan pada tenaga kerja lokal," jelasnya. 
 
Dengan banyaknya ketimpangan yang dialami pekerja lokal, ditambah keluarnya Perpres 20/2018, ujar Kahar, maka KSPI akan judicial revies dengan kuasa hukum Yusril Ihza Mahendra. Pengajuan judicial review ini menjadikan salah satu tuntutan dalam May Day (Hari Buruh) besok. Judicial review masih dalam menyusunan gugatan," tegasnya. 
 
Kemenaker
 
Pengamat kebijakan dari Universitas Bung Karno (UBK) Cecep Handoko mengatakan, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker),  Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Imigrasi adalah pihak yang bertanggungjawab atas maladministrasi masuknya tenaga kerja asing seperti yang ditemukan Ombudsman. Karena tiga lembaga tersebut yang memiliki kewanangan secara UU terkait perijinan dan pengawasan tenaga kerja asing di Indonesia.
 
"Kalau Ombudsmen ada temuan dibeberkan saja. Masa kerja para TKA yang terindikasi ada maladminitrasi itu sudah berapa lama," ujarnya kepada Harian Terbit, Kamis (26/4/2018).
 
Menurutnya, Ombudsman harus membeberkan tersebut agar masyarakat tidak mendapatkan informasi sepenggal atau sepihak. Jangan-jangan TKA yang dinilai maladminitrasi tersebut sudah bolak balik dari Indonesia ke negara asalnya untuk menghindari sanksi. Oleh karenanya temuan maladminitrasi oleh Ombusman juga harus menjelaskan hal. Sehingga itu soal TKA ini tidak terus menerus menjadi isue politik.
 
"Perpres Nomor 20 tahun 2018 tentang TKA juga harus dipahami sebagai langkah pemerintah untuk melakukan pengawasan. Sebab dari rezim ke rezim TKA ini sudah banjir tapi Jokowi malah disalahkan," jelasnya.
 
Maladministrasi
 
Ombudsman menemukan maladaministrasi pada proses masuknya TKA selama tahun 2017. Laporan yang direncanakan bakal terbit dalam waktu dekat tersebut bakal merinci kantung-kantung lokasi masuknya TKA ilegal, instansi kementerian dan lembaga terkait, beserta rekomendasi yang dilayangkan oleh Ombudsman.
 
Tak hanya itu, Laode bilang, perusahaan yang kerap mendatangkan TKA ilegal biasanya merupakan perusahaan smelter nikel, besi dan tambang yang menggunakan mesin-mesin dari China. Sehingga lebih memudahkan perusahaan untuk mendatangkan warga yang aktif mampu menggunakan bahasa tersebut.
 
Laode menjelaskan dalam salah satu investigasi yang dilakukan Ombudsman menunjukkan kedatangan kedatangan TKA paling banyak terjadi di Bandara Haluelo, Kendari, Sulawesi Tenggara, dimana dalam satu hari penerbangan menuju bandara tersebut, 70% berisi warga negara China yang masuk dengan visa turis alias kunjungan sementara.  Tak hanya melalui jalur angkasa, para TKA illegal juga menggunakan jalur laut.  
 
Adapun sejumlah lokasi yang Laode sebutkan adalah area tambang Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Bali dan Jawa Timur. Atas kejadian tersebut, Ombudsman menarik kesimpulan sejumlah pihak dan instansi pemerintah yang harus diperbaiki adalah kepolisian, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri dan Direktorat Jenderal Imigrasi. "Mudah-mudahan minggu depan, laporan ini bisa launching," jelas Laode. 
 
Ia berharap, dengan laporan ini dapat meningkatkan kesadaraan pemerintah untuk memperkuat yuridiksi negara dan aturan ketenagakerjaan asing di Indonesia. 


(Safari/harianterbit)
Diberdayakan oleh Blogger.