Indef: Dolar AS Tembus Rp 14.000, Pembayaran Utang Membengkak
Istimewa |
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Dengan kurs rupiah yang menembus level
Rp 14.000 per dollar AS, terjadi pembengkakan kewajiban membayar utang
luar negeri Indonesia hingga Rp 5,5 triliun.
"Selisih pembengkakan ini akibat currency missmatch, jika gunakan kurs
Rp 13.400 sesuai APBN, maka pemerintah wajib membayar Rp 121,9 triliun,"
ujar ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)
Bhima Yudhistira Adhinegara, Selasa (8/5/2018).
"Sementara dengan kurs sekarang di kisaran 14.000, beban pembayaran menjadi Rp 127,4 triliun," lanjutnya.
Dia mengatakan, munculnya pembengkakan ini akan mempersempit ruang
fiskal perekonomian Indonesia, meski masih tetap bisa membayar utang
jatuh tempo. Baca juga: Dollar AS Tembus Rp 14.000, Ini Kata Sri Mulyani
Sebagai informasi, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), kewajiban
pembayaran utang luar negeri pemerintah yg jatuh tempo di 2018 mencapai
9,1 miliar dollar AS yang terbagi menjadi 5,2 miliar dollar AS utang
pokok sementara 3,8 miliar dollar AS sisanya adalah bunga.
Selain itu, seperti dikutip kompas.com, depresiasi rupiah juga akan
meningkatkan biaya impor cukup tinggi. Untuk impor baik bahan baku,
barang modal dan barang konsumsi yang sebagian besar menggunakan kapal
asing akan membutuhkan dolar sebagai biaya logistik.
"Ini pasti semakin membebani industri domestik. Sementara daya beli
sedang lesu, jadi penjual tidak akan sembarangan naikan harga barang,"
lanjutnya.
Menurutnya, dampak yang dihasilkan dari peningkatan biaya impor karena
depresiasi ini dapat menggerus pendapatan pelaku usaha. Selain itu,
depresiasi juga akan berpengaruh pada harga jual barang kebutuhan pokok
yang akan memukul daya beli masyarakat miskin.
"Saya ambil contoh bawang putih yang 85 persen lebih pasokannya impor.
Mendekati Lebaran permintaan secara musiman tinggi dan dapat mendorong
inflasi," ujarnya.
Dampak lain adalah, sebegai negara net importir minyak, pelemahan
rupiah akan meningkatkan biaya impor minyak. Bhima menjelaskan, tahun
2017 lalu neraca migas Indonesia defisit 8,5 miliar dollar AS karena
membengkaknya impor minyak hingga 24,3 milliar dollar AS.
"Ini tidak sehat dan memengaruhi harga BBM non subsidi yang dipakai angkutan barang kebutuhan pokok," ucap dia. (Anu/harianterbit)