Ingin Kembali ke Zaman Orba; Ketentuan Masa Jabatan Presiden Digugat
Istimewa |
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Dua warga
negara Indonesia mengajukan permohonan uji materi di Mahkamah
Konstitusi (MK) atas ketentuan Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang mengatur
pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden untuk dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama.
Kuasa hukum para pemohon Heriyanto Citra Buana menjelaskan bahwa para
pemohon meminta Mahkamah untuk melakuka uji tafsir terkait pasal a quo.
"Penjelasan Pasal 169 UU Pemilu tersebut pada frasa 'maupun tidak
berturut-turut' mengandung tafsir yang tidak sejalan bahkan bertentangan
dengan dasar filosofis Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), dan Pasal 7
UUD 1945," ujar Heriyanto di Gedung MK Jakarta, Selasa (15/5/2018)
Pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden yang dibatasi hanya
boleh dua kali untuk menjabat dalam jabatan yang sama meskipun tidak
berturut-turut, dinilai para pemohon adalah tidak relevan.
Menurut para pemohon pembatasan masa jabatan tersebut tidak sejalan
dengan sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh
rakyat.
"Instrumen hukum peraturan perundang-undangan sebaiknya tidak boleh
membatasi terlebih mengamputasi hak seseorang untuk dapat menjadi
presiden dan wakil presiden, meskipun telah menjabat sebagai presiden
dan wakil presiden dalam dua kali masa jabatan yang sama sepanjang tidak
berturut-turut," tutur Heriyanto.
Pemohon juga berpendapat bahwa pembatasan masa jabatan maksimal dua
kali tersebut, selain tidak relevan dengan pemilihan langsung oleh
rakyat, juga merupakan pengingkaran terhadap kehendak rakyat.
"Pemohon juga merasa hak konstitusionalnya untuk untuk mendapatkan
pilihan alternatif, pilihan presiden dan wakil presiden terbaik dibatasi
dan diamputasi dengan Penjelasan Pasal 169 huruf n tersebut sepanjang
frasa 'maupun tidak berturut-turut'," ujar Heriyanto.
Oleh sebab itu dalam petitumnya para pemohon memimnta Mahkamah untuk
menyatakan penjelasan Pasal 169 UU Pemilu terutama frasa "secara
berturut-turut maupun tidak berturut-turut" bertentangan dengan Pasal 1
ayat (2), Pasal 6A ayat (1), dan Pasal 7 Undang-Undang Dasar Tahun 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (safari/harianterbit)