Napi Teroris Bantai dan Siksa Lima Polisi yang Tewas Secara Keji

Istimewa
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Drama penyanderaan dua hari dua malam yang dilakukan 156 napi teroris (napiter) di Mako Brimob menyisakan duka bagi Polri, keluarga korban, dan rakyat Indonesia. Lima anggota Densus 88 Polri gugur, dan empat anggota luka-luka. Mereka tewas akibat luka tusukan di sekujur tubuh.

Mereka sempat disiksa dan dibantai secara keji. Mayoritas polisi korban kerusuhan Mako Brimob alami luka di leher. Di sekujur tubuh para korban tewas terdapat luka di paha, lengan, hingga sayatan di jari dan di kaki. "Para pelaku melakukan kekejaman dengan merampas senjata, menyandera, menyiksa bahkan membunuh para petugas. Ini merupakan cara-cara yang kejam dan keji.

Di luar batas kemanusiaan," kata Menko Polkam Wiranto dalam konferensi pers di kompleks Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Kamis (10/5/2018). Sementara Wakapolri Komjen Syafruddin juga menyatakan napiter melakukan kekejaman.

"Bisa dilihat sendiri nanti di laporan visum. Dibantai dengan keji," tutur Syafruddin. Luka di Leher Terpisah, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Mohammad Iqbal mengatakan mayoritas lima anggota Polri yang gugur dalam kerusuhan di Rutan Mako Brimob mengalami luka dalam di bagian leher akibat senjata tajam.

"Ada anggota polisi pula yang mengalami luka tembak di kepala. Luka akibat senjata tajam itu nampak di sekujur tubuh para korban tewas mulai dari paha, lengan, hingga sayatan di jari," kata Iqbal dalam jumpa pers di Direktorat Polisi Satwa Korps Sabhara Baharkam Mabes Polri, Kelapa Dua, Cimanggis, Depok, Rabu malam.

Dalam kesempatan yang sama, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan adanya dugaan penganiayaan pada para anggota kepolisian sebelum mereka dibunuh. "Ada seperti luka bacok, luka tembakan. Ada juga satu orang yang lukanya macam-macam, kakinya disayat, dan lain-lain," ujar Setyo.

Lima polisi yang tewas adalah, Iptu Luar Biasa Anumerta Yudi Rospuji Siswanto, Aipda Luar Biasa Anumerta Deni Setiadi, Brigpol Luar Biasa Anumerta Fandi Setyo Nugroho, Briptu Luar Biasa Anumerta Syukron Fadli, dan Briptu Luar Biasa Anumerta Wahyu Catur Pamungkas. Senjata Dari Mana? Ketua DPR Bambang Soesatyo mengapresiasi Polri yang melakukan tindakan tepat atas drama penyanderaan 36 jam oleh terpidana teroris.

Dia menilai Polri berhasil melakukan soft approach hingga akhirnya sandera dibebaskan. "Pendekatan soft approach yang dilakukan Polri terhadap 156 teroris bersenjata pantas diberikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi.

Mengingat 5 korban tewas secara mengenaskan ada di pihak Polri dan Polri mampu menahan diri dari kemarahan. Sementara di pihak penyandera ada 156 teroris terlatih dengan doktrin jihad dan siap mati sahid," kata pria yang akrab disapa Bamsoet ini dalam keterangannya, Kamis (10/5/2015).

Kendati demikian, dia mendorong pimpinan Polri melakukan evaluasi sistem pengamanan untuk narapidana teroris. Di samping itu, dia menyarankan agar diberlakukan pengamanan yang lebih maksimal untuk napi teroris. Bamsoet mengatakan, fakta adanya lima korban tewas akibat luka bacokan senjata tajam tentu saja akan memunculkan pertanyaan.

Mulai dari mana atau bagaimana prosesnya sehingga para napi teroris itu bisa memiliki atau menguasai senjata tajam. "Masalah itu tentu harus diselidiki. Siapa yang membawa dan memberikan senjata tajam kepada para Napi itu?" tanya Bamsoet.

Masih menurut Bamsoet, penguasaan senjata tajam oleh para napi teroris itu menjadi pertanda bahwa sel para teroris di Rutan Mako Brimob belum menerapkan standar pengamanan ekstra maksimum. Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan meminta Polri mengevaluasi sistem pengamanan narapidana teroris.

Menurutnya, Polri bisa memberlakukan pengamanan ekstra maksimum kepada napi teroris. "Jika melihat kerusuhan ini, perlu ada evaluasi khususnya pengamanan kepada napi teroris. Evaluasi ini khususnya menutup kesempatan agar napi itu merebut senjata aparat yang bertugas, atau bahkan merakit bom.

Ini dalam kaitan di Mako Brimob itu para napi sempat menyandera aparat, dan membuat bom rakitan," tegas Taufik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/5/2018). Taufik melihat, napi yang berhasil merebut senjata, menyandera petugas, dan merakit bom, menunjukkan bahwa sistem pengamanan rumah tahanan Mako Brimob Kelapa Dua bisa dijebol.

Dia pun meminta ada penyelidikan lebih lanjut soal senjata yang didapat para napi di dalam rutan. "Ini menjadi pertanyaan juga dari mana napi itu memiliki senjata tajam. Apakah barang-barang itu bisa diselundupkan kepada napi, dengan adanya bantuan dari petugas. Hal ini harus diselidiki, dan menjadi pelajaran, agar ke depannya tidak terjadi lagi," tandas Waketum DPP PAN itu. (Safari/Danial/harianterbit)
Diberdayakan oleh Blogger.