Tajuk: Puasa Ramadhan Sebagai Wahana Pengendalian Diri

Istimewa

MULAI hari ini, Kamis, 17 Mei 2018, umat Islam di negeri ini, melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Kedatangan bulan penuh berkah ini disambut gembira umat Islam. Di bulan ini Allah SWR menjanjikan begitu banyak pahala yang tidak dimiliki bulan-bulan lain.  
 
Perintah berpuasa tertuang dalam Surat Al Baqarah Ayat 183. Kewajiban berpuasa sudah diperintahkan Allah kepada orang-orang sebelum datangnya agama Islam.  
 
Di bulan ini pula hati kita harus jernih, dan memiliki rasa kasih sayang yang semakin tinggi. Makna lain adalah menjadikan bulan ini sebagai wahana pengendalian diri dan peningkatan kesadaran spiritual tentang makna kehadiran setiap diri kita dimuka bumi ini.
 
Terpenting adalah, ibadah puasa melatih kita untuk menahan emosi dan perilaku negatif. Lebih daripada itu,  momentum Ramadhan harus dapat dimanfaatkan untuk semakin mencermikan sikap konsisten untuk menolak kekerasan, menghormati kemerdekaan dan kemajemukan, yang menjalin ukhuwah islamiyah serta mencerminkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin. 
 
Semua makna itu harus kita praktekkan di masyarakat. Karenanya semua lapisan masyarakat dari berbagai agama untuk saling menghormati serta menjunjung tinggi toleransi selama bulan suci Ramadhan guna menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. 
 
Umat non muslim harus sadar betul bahwa di bulan Ramadhan ini banyak umat Islam yang menjalani puasa. Umat non muslim harus memberikan toleransinya. 
 
Sebaliknya, umat Islam perlu memahami bahwa ada sebagian saudara kita yang sedang tidak berpuasa. Kita sebaiknya juga menghormati hak-hak mereka yang tidak sedang berpuasa. Jadi, orang yang puasa harus menghormati yang tidak puasa, begitu pula sebaliknya.
 
Kita berharap berkah Ramadhan tercurah bagi bangsa Indonesia, terlebih juga bagi tokoh yang saat ini tengah melupakan rakyatnya, tokoh yang lebih mengutamakan kekayaan ketimbang memberantas kemiskinan di masyarakat.  
 
Semoga Ramadhan ini membuat para pemimpin kita bertobat, dan menambah kebeningan hati  mereka serta bertekad untuk menjadi pemimpin yang adil, jujur dan kerja keras untuk kemajuan dan perubahan di negeri ini.
 
Pemimpin yang berhasil meraih derajat taqwa setelah puasa Ramadhan tentulah pemimpin yang beruntung. Karena ia tidak berani berbuat semaunya sendiri dengan mengabaikan ketentuan Allah SWT. Orang taqwa akan selalu ingin dicintai Allah, sehingga ia sangat berhati-hati melaksanakan aktivitas kehidupannya.  
 
Jika pemimpin negara benar-benar bertaqwa, ia akan membawa dampak besar bagi kemaslahatan masyarakat. Imam al-Ghazali mengatakan, rakyat rusak gara-gara pemimpinnya rusak. Dan pemimpin itu rusak akibat ulama-ulamanya yang rusak. Ulama itu pun rusak akibat cinta dunia dan cinta jabatan. 
 
Dengan berpuasa maka manusia mengendalikan nafsu-nafsunya seperti nafsu mencuri, wanita, minum, main, madat, maido (mencela) dan mateni (membunuh). Di samping mengendalikan nafsu merasa benar sendiri, merasa besar sendiri, dan nafsu ego lainnya.  Sebaliknya, puasa harus membuat diri lebih tenteram, dan orang lain tetap nyaman. 
 
Spirit ramadhan hendaknya digunakan untuk mensyukuri anugerah keberagaman, mengingat Indonesia, adalah bangsa yang penuh dengan keberagaman suku, budaya, bahasa, agama, dan lain-lain. Karenanya, pluralitas, khususnya pluralitas agama mesti disongsong untuk menggerakan kebersatuan.  (*/harianterbit)
 
BACA JUGA  : 
 
 
 
 
Diberdayakan oleh Blogger.