Adu Kuat Jenderal dan Konglomerat di Pilpres 2019

foto ist

JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Dukungan kepada calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) Joko Widodo-Maruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terus mengalir. Tak hanya kalangan ormas, ulama, mahasiswa, emak-emak maupun kaum milenial, kedua pasangan juga mendapat dukungan para jenderal dan konglomerat. Maka, pada Pilpres 2019 nanti semakin menunjukkan adanya adu kuat jenderal dan konglomerat.

Sebanyak 300 purnawirawan jenderal memberikan dukungan kepada pasangan calon presiden dan calon wakil nomor urut dua, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno dalam Pemilihan Presiden 2019.

Pernyataan dukungan disampaikan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) TNI Imam Sufaat di sela-sela acara "Ngobrol Bareng 300 Jenderal dan Para Intelektual” di Jakarta Pusat, Sabtu 22 September 2018, lalu.

Nampak hadir dalam acara itu, Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Sandiaga, Djoko Santoso, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rachmawati Soekarnoputri.

Selain itu, mantan Kepala Staf TNI AU (KSAU) Marsekal (Punr) TNI Imam Sufaat, Mantan Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal (Purn) TNI Agustadi Sasongko Purnomo, mantan KSAD Jenderal (Purn) TNI George Toisutta dan lainnya.

Wajar
Menanggapi hal ini, Ketua Presidium Perhimpunan Masyarakat Madani (PRIMA) Syaroni mengatakan, bergabungnya para jenderal atau konglomerat dalam gerbong capres Jokowi maupun Capres Prabowo merupakan hal yang biasa dan wajar saja. Karena kedua kelompok tersebut sudah berkiprah dari Pemilu ke Pemilu sebelumnya. Keduanya adalah bagian dari warga negara Indonesia yang memiliki hak berpolitik.

"Oleh karenanya tidak masalah jika kedua kelompok itu menggunakan hak politiknya untuk mendukung capres tertentu," ujar Syaroni kepada Harian Terbit, Minggu (23/9/2018).


Syaroni menilai, masuknya para jenderal dan konglomerat akan memperkaya warna dukungan dalam pesta demokrasi 5 tahunan. Dengan kelebihan yang dimilikinya baik jaringan dan dana yang berlimpah maka kedua kelompok tersebut akan berkonstribusi untuk kemenangan capres yang didukungnya. Apalagi para capres-cawapres yang bertarung dalam Pilpres juga membutuhkan peran kedua kelompok tersebut.

Terpisah, pengamat politik dari Lembaga Kajian dan Analisa Sosial (LeKAS) Karnali Faisal mengatakan, dukung-mendukung yang dilakukan mantan jenderal dan konglomerat merupakan hal yang wajar. Karena para purnawiran jenderal maupun konglomerat memiliki hak yang sama untuk memilih capres/cawapres pilihannya. Apalagi jika ada capres/cawapres yang sesuai visi misinya sebagai mantan jenderal atau konglomerat.

"Yang harus diawasi Bawaslu itu agar dukungan purnawirawan jenderal ataupun konglomerat tidak melanggar aturan, semisal money politics,"  jelasnya.

Karnali menuturkan, pada akhirnya memang publik berhadapan dengan realitas bahwa perhelatan politik membutuhkan ongkos yang sangat besar. Salah satu kelompok masyarakat yang dianggap memiliki sumber daya finansial adalah konglomerat. Tapi tentu saja ini masih harus dibuktikan kebenarannya. Apakah konglomerat mau bersusah payah membiayai perhelatan politik tersebut atau tidak.  "Jika pun iya, tentu ada hitungan-hitungan politiknya," paparnya.

Lebih lanjut Karnali mengatakan, sangat tidak mungkin politik di Indonesia tanpa ongkos. Karena demokrasi langsung saat ini membuat biaya perhelatan politik menjadi sangat besar.  Fenomena masuknya pengusaha ke dunia politik tak lepas dari kondisi tersebut. Oleh karenanya demokrasi sudah pasti membutuhkan uang dan logistik. Tapi tentu yang dimaksud sebatas membiayai berbagai kegiatan politik, bukan untuk sesuatu yang sering disebut politik uang (money politic).

"Harus ada komitmen dari para politisi untuk hanya menggunakan logistik sebatas sosialiasi visi dan misi maupun program kerja, bukan untuk membeli suara rakyat. Harus diawali dari politisi. Karena kalau kita sekadar mengharap rakyat menolak money politics rasanya sulit di tengah fenomena pragmatisme saat ini," paparnya.

Tak hanya Prabowo, Jokowi juga mendapat dukungan para jenderal dan pensiunan TNI. Sudah ada beberapa pensiunan jendral TNI di lingkaran kekuasaan Jokowi. Mereka di antaranya mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Lodewijk F Paulus, Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian (mantan Wakasad), Jenderal TNI (Purn) Moeldoko (mantan Panglima TNI),  Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar (Anggota Wantimpres).

Kemudian,  Jenderal TNI (Purn) Wiranto (Menkopolhukam), Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu (Menteri Pertahanan),  Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan (Mantan Wakapolri), Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan (Menteri Maritim), Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi (Ketua Bravo 5),  dan Letnan Jenderal TNI (Purn) Suaidi Marasabessy beserta beberapa Jenderal lainnya yang berada di Team Bravo 5. (Harian Terbit/Safari)
Diberdayakan oleh Blogger.