KPK Dalami Keterlibatan Lucas Terkait Suap Pengurusan Perkara
Istimewa |
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkonfirmasi Lucas yang merupakan
pengacara terkait keberadaan tersangka petinggi Lippo Group Eddy Sindoro
(ESI) di luar negeri.
KPK pada Senin memeriksa Lucas sebagai saksi untuk tersangka Eddy dalam penyidikan kasus suap pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Informasi yang perlu didalami penyidik masih terkait perkara dengan tersangka ESI termasuk apakah saksi mengetahui keberadaan tersangka di luar negeri," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (1/10/2018).
Sebelumnya, Lucas tidak memenuhi panggilan KPK pada Jumat (28/9) karena terdapat kegiatan lain.
Untuk diketahui, Lucas bersama satu saksi lainnya, yakni Dina Soraya dari unsur swasta telah dicegah ke luar negeri sejak 18 September 2018 terkait penyidikan dengan tersangka Eddy Sindoro.
Pencegahan ke luar negeri dilakukan untuk kepentingan proses penyidikan, sehingga jika dibutuhkan pemeriksaan saksi tidak berada di luar negeri.
KPK pun mengingatkan agar para saksi bersikap kooperatif jika nanti dipanggil penyidik dalam proses pemeriksaan.
Eddy Sindoro diketahui sejak April 2016 sudah tidak lagi berada di Indonesia.
Dalam kasus itu, Eddy Sindoro diduga memberi suap kepada mantan Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution.
Edy telah divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan karena menerima suap Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS untuk mengurus tiga perkara terkait perusahaan Lippo Group di PN Jakpus dan mendapat gratifikasi.
Sebelumnya, Edy dituntut delapan tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider lima bulan kurungan karena menerima Rp1,5 miliar, Rp100 juta, 50 ribu dolar AS, dan Rp50 juta terkait pengurusan sejumlah perkara anak perusahaan Lippo Grup di PN Jakpus.
Uang itu disebut dalam tuntutan merupakan inisiatif dari Eddy Sindoro selaku Presiden Komisaris Lippo Group yang membawahi beberapa anak perusahaan, di antaranya PT Jakarta Baru Cosmoplitan (JBC) dan Paramount Enterprise Internasional) dengan Evan Adi Nugroho selaku Direktur, PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan Hery Soegiarto sebagai direktur, dan PT Across Asia Limited (AAL) yang menghadapi permasalahan hukum pada peradilan tingkat pertama di antaranya PN Jakpus hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung RI.
Edy Nasution dituntut berdasarkan pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu pertama dan pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK pada Senin memeriksa Lucas sebagai saksi untuk tersangka Eddy dalam penyidikan kasus suap pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Informasi yang perlu didalami penyidik masih terkait perkara dengan tersangka ESI termasuk apakah saksi mengetahui keberadaan tersangka di luar negeri," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (1/10/2018).
Sebelumnya, Lucas tidak memenuhi panggilan KPK pada Jumat (28/9) karena terdapat kegiatan lain.
Untuk diketahui, Lucas bersama satu saksi lainnya, yakni Dina Soraya dari unsur swasta telah dicegah ke luar negeri sejak 18 September 2018 terkait penyidikan dengan tersangka Eddy Sindoro.
Pencegahan ke luar negeri dilakukan untuk kepentingan proses penyidikan, sehingga jika dibutuhkan pemeriksaan saksi tidak berada di luar negeri.
KPK pun mengingatkan agar para saksi bersikap kooperatif jika nanti dipanggil penyidik dalam proses pemeriksaan.
Eddy Sindoro diketahui sejak April 2016 sudah tidak lagi berada di Indonesia.
Dalam kasus itu, Eddy Sindoro diduga memberi suap kepada mantan Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution.
Edy telah divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan karena menerima suap Rp150 juta dan 50 ribu dolar AS untuk mengurus tiga perkara terkait perusahaan Lippo Group di PN Jakpus dan mendapat gratifikasi.
Sebelumnya, Edy dituntut delapan tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider lima bulan kurungan karena menerima Rp1,5 miliar, Rp100 juta, 50 ribu dolar AS, dan Rp50 juta terkait pengurusan sejumlah perkara anak perusahaan Lippo Grup di PN Jakpus.
Uang itu disebut dalam tuntutan merupakan inisiatif dari Eddy Sindoro selaku Presiden Komisaris Lippo Group yang membawahi beberapa anak perusahaan, di antaranya PT Jakarta Baru Cosmoplitan (JBC) dan Paramount Enterprise Internasional) dengan Evan Adi Nugroho selaku Direktur, PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan Hery Soegiarto sebagai direktur, dan PT Across Asia Limited (AAL) yang menghadapi permasalahan hukum pada peradilan tingkat pertama di antaranya PN Jakpus hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung RI.
Edy Nasution dituntut berdasarkan pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu pertama dan pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(Harian Terbit /safari)