Cepak Kapung, Kue Warisan Leluhur Jambi
JAMBITERBIT.COM, JAMBI - Cepak Kapung, kue berbahan baku tepung beras dan tepung terigu ini merupakan kue warisan leluhur masyarakat Jambi.
"Kita tidak tahu kenapa kue ini disebut dengan cepak kapung, taunya dari nenek moyang dahulu sudah disebut kue cepak kapung," kata Produsen kue cepak kapung Listria Wati di Desa Terusan, Kabupaten Batanghari Jambi.
Kue cepak kapung merupakan kue tradisional khas daerah Jambi berwarna hijau berbentuk bulat kecil berongga di tengah.
Jika dimakan, kue ini terasa kenyal, namun dari dalam kue yang berongga keluar cairan kental yang terasa manis, sehingga menambah cita rasa yang khas dari kue tersebut.
Bahan dasar membuat kue tersebut yakni tepung beras, tepung terigu, gula aren, gula pasir, santan, telur dan pasta pandan sebagai pewarna makanan.
Cara membuat kue tersebut yakni, tepung terigu dan tepung beras diadon dan diberi pewarna makanan pasta pandan hingga menyatu dengan merata dan adonan tampak kenyal, dilansir Antara.
Selanjutnya adonan tersebut di pilin-pilin dengan menggunakan jari tangan berbentuk bulat dan memeiliki rongga ditengahnya.
Setelah itu, kue yang telah dipilin dikukus, pengukusan kue tersebut dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, kue dikukus dalam waktu lebih kurang 20 menit.
Setelah kue dikukus, rongga yang terdapat di kue tersebut dimasukkan cairan dari santan, gula aren dan gula pasir yang sebelumnya telah dimasak. Setelah dimasukkan cairan tersebut kue kembali dikukus selama kurang lebih 15 menit.
Tidak semua warga di daerah itu dapat membuat kue cepak kapung, karena membuat kue cepak kapung tersebut membutuhkan keterampilan khusus.
“Yang sulit itu memilin adonan menjadi bulat dengan rongga ditengah, karena ukuran dan ketebalan kue harus sama dan rata, jika tidak masaknya tidak merata,” kata Listria Wati.
Kue cepak kapung tersebut hanya diproduksi pada saat Ramadhan, karena sejak dahulu kala kue tersebut merupakan panganan untuk berbuka puasa. Saat Ramadhan kue tersebut seakan menjadi panganan wajib bagi masyarakat di daerah itu.
Sementara di luar bulan Ramadhan Lastri hanya memproduksi kue cepak kapung jika mendapatkan pesanan. Biasanya kue tersebut dipesan jika terdapat peringatan hari-hari besar dan perayaan pernikahan.
Selama Ramdahan Listria memproduksi kue cepak kapung tersebut sebanyak 50 cup. Dalam satu cup berisi 15 buah kue cepak kapung dengan harga Rp5 ribu per cup.
“Setiap hari selalu habis, karena banyak yang pesan dan ada yang mencari langsung ke lapak jualan kita,” kata Listria Wati.
Ia berharap kue cepak kapung tersebut dapat terus dilestarikan karena merupakan warisan leluhur.
Selain itu juga erharap agar kue tersebut tidak hanya dikenal oleh masyarakat didaerahnya, namun juga dapat dikenal oleh masyarakat luas hingga nusantara.
sumber : liputan6.com
"Kita tidak tahu kenapa kue ini disebut dengan cepak kapung, taunya dari nenek moyang dahulu sudah disebut kue cepak kapung," kata Produsen kue cepak kapung Listria Wati di Desa Terusan, Kabupaten Batanghari Jambi.
Kue cepak kapung merupakan kue tradisional khas daerah Jambi berwarna hijau berbentuk bulat kecil berongga di tengah.
Jika dimakan, kue ini terasa kenyal, namun dari dalam kue yang berongga keluar cairan kental yang terasa manis, sehingga menambah cita rasa yang khas dari kue tersebut.
Bahan dasar membuat kue tersebut yakni tepung beras, tepung terigu, gula aren, gula pasir, santan, telur dan pasta pandan sebagai pewarna makanan.
Cara membuat kue tersebut yakni, tepung terigu dan tepung beras diadon dan diberi pewarna makanan pasta pandan hingga menyatu dengan merata dan adonan tampak kenyal, dilansir Antara.
Selanjutnya adonan tersebut di pilin-pilin dengan menggunakan jari tangan berbentuk bulat dan memeiliki rongga ditengahnya.
Setelah itu, kue yang telah dipilin dikukus, pengukusan kue tersebut dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, kue dikukus dalam waktu lebih kurang 20 menit.
Setelah kue dikukus, rongga yang terdapat di kue tersebut dimasukkan cairan dari santan, gula aren dan gula pasir yang sebelumnya telah dimasak. Setelah dimasukkan cairan tersebut kue kembali dikukus selama kurang lebih 15 menit.
Tidak semua warga di daerah itu dapat membuat kue cepak kapung, karena membuat kue cepak kapung tersebut membutuhkan keterampilan khusus.
“Yang sulit itu memilin adonan menjadi bulat dengan rongga ditengah, karena ukuran dan ketebalan kue harus sama dan rata, jika tidak masaknya tidak merata,” kata Listria Wati.
Kue cepak kapung tersebut hanya diproduksi pada saat Ramadhan, karena sejak dahulu kala kue tersebut merupakan panganan untuk berbuka puasa. Saat Ramadhan kue tersebut seakan menjadi panganan wajib bagi masyarakat di daerah itu.
Sementara di luar bulan Ramadhan Lastri hanya memproduksi kue cepak kapung jika mendapatkan pesanan. Biasanya kue tersebut dipesan jika terdapat peringatan hari-hari besar dan perayaan pernikahan.
Selama Ramdahan Listria memproduksi kue cepak kapung tersebut sebanyak 50 cup. Dalam satu cup berisi 15 buah kue cepak kapung dengan harga Rp5 ribu per cup.
“Setiap hari selalu habis, karena banyak yang pesan dan ada yang mencari langsung ke lapak jualan kita,” kata Listria Wati.
Ia berharap kue cepak kapung tersebut dapat terus dilestarikan karena merupakan warisan leluhur.
Selain itu juga erharap agar kue tersebut tidak hanya dikenal oleh masyarakat didaerahnya, namun juga dapat dikenal oleh masyarakat luas hingga nusantara.
sumber : liputan6.com