Teater Musikal untuk Perayaan Penyaji Naskah Terbaik SAPD
JAMBITERBIT.COM, PALEMBANG - Musik Hana Midori (MHM) membuat sejarah baru dalam dunia Teater Musikal Indonesia, lewat lakon bertajuk “Harmoni Persahabatan”.
Dalam teater musikal yang dipentaskan di Ballroom Novotel Palembang, Jumat (12/7/2019), MHM berhasil mengajak Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Prof DR. Yohana Yambise Dip, Apling, MA dan Gubernur Sumatra Selatan Herman Deru, S,H, M.M ikut ambil bagian dalam operet dengan para penyandang disabilitas yang dikumpulkan dari sembilan provinsi di Indonesia.
Dalam naskah berjudul “Harmoni Persahabatan” yang ditulis Yen Sinaringati, Kak Ria Himawan (sutradara) dan Khairul Amin, Menteri Yohana dipercaya berperan sebagai Kepala Sekolah Inklusi, sementara Gubenur Heru berperan sebagai Wali Kelas. Yang luar biasa, keduanya tampil dengan luwes dalam menjalankan perannya di panggung.
Usai tampil, Gubernur Herman Deru mengaku sangat terharu dan bangga terlibat dalam operet yang memperlihatkan kemampuan anak-anak disabilitas baik dalam bernyanyi, bermain musik dan berpuisi.
"Mereka sama dengan kita yang normal, memiliki intelektual dan bakat yang harus diasah. Saya tadi ikutan menyanyi bersama mereka, bahkan sampai berlinang menghabiskan beberapa tisu," katanya.
Gubernur menyebut Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tingkat daerah perlu lebih giat lagi dalam menyelenggarakan event semacam ini. "Agar anak anak penyandang disabilitas di sini punya ruang yang sama dengan mereka yang normal," kata Gubernur.
Musik Hana Midori memang merancang ide naskah operet ini dari kisah Sekolah inklusi yang ada di Palembang. Sekolah yang diperuntukkan bagi penyandang disabilitas ini sangat terbuka untuk menerima siswa umum. "Biasanya kan sekolah umum yang menerima kehadiran siswa penyandang disabilitas. Kalau di sini malah sebaliknya,” kata Yen Sinaringati, Produser Eksekutif MHM di Palembang.
Yen menyebut, pentas musikal tersebut dibuat sebagai bagian utama dari prosesi penyerahan hadiah untuk 15 Penyaji Terbaik dari Suara Anak Disabilitas (SAPD) oleh peserta Penyandang Disabilitas dengan tema “Dengarkan Curhatan Kami”. Kegiatan tersebut digagas Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA, yang pelaksanaannya dikerjakan bersama MHM.
“Kami ingin menampilkan penganugerahan kepada para Penyaji terbaik dengan suasana berbeda, tidak sekadar sebuah seremonial mainstream, di mana Menteri dan Gubernur berpidato, pemenangnya naik panggung menerima hadiah,” kata Yen.
Yen kemudian menggodok ide bersama Deputi Bidang Perlindungan Anak Nahar SH, MSi dan membuat konsep teater musikal.
“Di mana di dalamnya ada lagu, tarian tradisional dan modern, pantomim, permainan musik dengan biola. Dan lagu utama di ujung acara adalah lagu “Aku Anak Indonesia, yang dihasilkan dari Lomba Lagu Anak Nusantara beberapa tahun lalu,” kata Yen.
Tema naskah berkisar tentang infomasi sekolah inklusi, keistimewaan anak-anak penyandang disabilitas, berikut prosesi penyerahan hadiah dan peluncuran buku kumpulan naskah , masuk menjadi bagian dari isi cerita. “Naskah juga memperlihatkan adegan di mana masih ada penolakan dari para orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah Inklusi tersebut. Padahal, justru sang anak yang berminat masuk sekolah di sana,” ujar Yen.
Pentas teater musikal dengan durasi satu jam ini, bagi Yen juga sekaligus sebagai ajang untuk menyebar luaskan pemahaman tentang pentingnya masyarakat umum untuk membuka hati terhadap keberadaan sahabat disabilitas.
"Karena sesungguhnya sahabat disabilitas itu tetap sama dengan kita. Memiliki impian, punya bakat dan prestasi yang bisa dieksploitasi jika diberi kesempatan!," ungkapnya.
Yen berharap, “acara ini tidak hanya berjalan secara sporadis. Namun bisa menjadi kegiatan yang terus berlanjut menjadi kalender rutin bagi KPPPA bersama MHM, “Karena lewat SAPD inilah, kita bisa menggugah pemikiran banyak orang umum, bahwa dalam hidup ini, kita penuh dengan banyak perbedaan. Dan hidup kita menjadi lebih dilengkapi justru dengan keistimewaan-keistimewaan dari sahabat disabilitas!”
Tentang Suara Anak Disabilitas
Anak penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan anak lain untuk mencapai integrasi sosial dan pengembangan individu. Mereka juga bisa menyampaikan pendapat, tentang apa yang dirasakannya, sekaligus menyampaikan harapan-harapannya sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomer 8 Tahun 2016 Penyandang Disabilitas.
Mengingat pentingnya negara untuk mendengarkan pendapat anak penyandang disabilitas, maka perlu dilakukan usaha atau kegiatan yang dapat menampung suara mereka.
Salah satu usaha yang dilakukan Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA adalah dengan memfasilitasi lahirnya kegiatan Suara Anak Penyandang Disabilitas (SAPD) yang diharapkan bisa menjadi media penyampaian pendapat anak. Peserta boleh menyampaikan gagasan dalam bentuk tulisan dengan tema Lingkungan, Pendidikan, Transportasi dan lain-lain. Pelaksanaan kegiatan ini dikerjakan bersama dengan Musik Hana Midori.
SAPD sendiri adalah sebuah kegiatan yang membuka kesempatan khusus bagi anak-anak penyandang disabilitas untuk mengirimkan karya tulis mereka. Kegiatan ini berlangsung dari bulan April hingga Juni 2019.
Menurut Deputi Bidang Perlindungan Anak Nahar SH, Msi, para peserta kegiatan ini terbagi dalam 5 kategori disabilitas, yaitu: Disabilitas Fisik, Disabilitas Intelektual, Disabilitas Mental, Disabilitas Sensorik dan Disabilitas Ganda/Multi, dengan usia peserta adalah sebelum 18 tahun, dan khusus untuk anak penyandang disabilitas intelektual boleh sampai dibawah usia 25 tahun.
“Ada 103 yang masuk ke panitia dan dinilai oleh Dewan Juri. Kami memilih 15 Penyaji Terbaik, dari masing-masing kategori disabilitas yang diwakili oleh 3 Penyaji Terbaik,” kata Nahar SH, MSi sambil menyebut nama-nama juri yakni Prof Irwanto, Ph.D, Dewi Tjakrawinata, Dra Eva Rahmi Kasim, MDS , Rina Prasarani, dan Angkie Yudistia.
Inti dari kegiatan ini adalah anak-anak penyandang disabilitas punya kesempatan untuk berkreasi dan berpartisipasi. “Kami ingin mensosialisasikan kepada masyarakat, khususnya para orang tua untuk tidak mengabaikan suara anak-anak terlebih anak dengan disabilitas. Kegiatan ini diharapkan dapat mendorong anak-anak disabilitas untuk lebih berani dalam berpendapat,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Prof DR. Yohana Yambise Dip, Apling, MA
Menurut, Yohana Yambise tujuan akhir dari SAPD adalah supaya masyarakat ikut mendukung mereka menjadi mandiri.
“Lebih penting lagi, kumpulan naskah terbaik yang ide awalnya seperti mereka mau menyampaikan curhatan pada Mama Yo, yakni pada saya itu, kami terbitkan dalam bentuk buku. Sangat diharapkan buku ini bisa menjadi acuan bagi pengambil kebijakan, juga lembaga yang melakukan advokasi terkait anak penyandang disabilitas, agar mereka mengetahui lebih dalam, tentang harapan dan keinginan anak-anak disabilitas untuk kemudian bisa menjadi bahan dalam membuat kebijakan berikutnya,” jelas Menteri Yohana. (harianterbit/romi)
Dalam teater musikal yang dipentaskan di Ballroom Novotel Palembang, Jumat (12/7/2019), MHM berhasil mengajak Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Prof DR. Yohana Yambise Dip, Apling, MA dan Gubernur Sumatra Selatan Herman Deru, S,H, M.M ikut ambil bagian dalam operet dengan para penyandang disabilitas yang dikumpulkan dari sembilan provinsi di Indonesia.
Dalam naskah berjudul “Harmoni Persahabatan” yang ditulis Yen Sinaringati, Kak Ria Himawan (sutradara) dan Khairul Amin, Menteri Yohana dipercaya berperan sebagai Kepala Sekolah Inklusi, sementara Gubenur Heru berperan sebagai Wali Kelas. Yang luar biasa, keduanya tampil dengan luwes dalam menjalankan perannya di panggung.
Usai tampil, Gubernur Herman Deru mengaku sangat terharu dan bangga terlibat dalam operet yang memperlihatkan kemampuan anak-anak disabilitas baik dalam bernyanyi, bermain musik dan berpuisi.
"Mereka sama dengan kita yang normal, memiliki intelektual dan bakat yang harus diasah. Saya tadi ikutan menyanyi bersama mereka, bahkan sampai berlinang menghabiskan beberapa tisu," katanya.
Gubernur menyebut Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tingkat daerah perlu lebih giat lagi dalam menyelenggarakan event semacam ini. "Agar anak anak penyandang disabilitas di sini punya ruang yang sama dengan mereka yang normal," kata Gubernur.
Musik Hana Midori memang merancang ide naskah operet ini dari kisah Sekolah inklusi yang ada di Palembang. Sekolah yang diperuntukkan bagi penyandang disabilitas ini sangat terbuka untuk menerima siswa umum. "Biasanya kan sekolah umum yang menerima kehadiran siswa penyandang disabilitas. Kalau di sini malah sebaliknya,” kata Yen Sinaringati, Produser Eksekutif MHM di Palembang.
Yen menyebut, pentas musikal tersebut dibuat sebagai bagian utama dari prosesi penyerahan hadiah untuk 15 Penyaji Terbaik dari Suara Anak Disabilitas (SAPD) oleh peserta Penyandang Disabilitas dengan tema “Dengarkan Curhatan Kami”. Kegiatan tersebut digagas Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA, yang pelaksanaannya dikerjakan bersama MHM.
“Kami ingin menampilkan penganugerahan kepada para Penyaji terbaik dengan suasana berbeda, tidak sekadar sebuah seremonial mainstream, di mana Menteri dan Gubernur berpidato, pemenangnya naik panggung menerima hadiah,” kata Yen.
Yen kemudian menggodok ide bersama Deputi Bidang Perlindungan Anak Nahar SH, MSi dan membuat konsep teater musikal.
“Di mana di dalamnya ada lagu, tarian tradisional dan modern, pantomim, permainan musik dengan biola. Dan lagu utama di ujung acara adalah lagu “Aku Anak Indonesia, yang dihasilkan dari Lomba Lagu Anak Nusantara beberapa tahun lalu,” kata Yen.
Tema naskah berkisar tentang infomasi sekolah inklusi, keistimewaan anak-anak penyandang disabilitas, berikut prosesi penyerahan hadiah dan peluncuran buku kumpulan naskah , masuk menjadi bagian dari isi cerita. “Naskah juga memperlihatkan adegan di mana masih ada penolakan dari para orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah Inklusi tersebut. Padahal, justru sang anak yang berminat masuk sekolah di sana,” ujar Yen.
Pentas teater musikal dengan durasi satu jam ini, bagi Yen juga sekaligus sebagai ajang untuk menyebar luaskan pemahaman tentang pentingnya masyarakat umum untuk membuka hati terhadap keberadaan sahabat disabilitas.
"Karena sesungguhnya sahabat disabilitas itu tetap sama dengan kita. Memiliki impian, punya bakat dan prestasi yang bisa dieksploitasi jika diberi kesempatan!," ungkapnya.
Yen berharap, “acara ini tidak hanya berjalan secara sporadis. Namun bisa menjadi kegiatan yang terus berlanjut menjadi kalender rutin bagi KPPPA bersama MHM, “Karena lewat SAPD inilah, kita bisa menggugah pemikiran banyak orang umum, bahwa dalam hidup ini, kita penuh dengan banyak perbedaan. Dan hidup kita menjadi lebih dilengkapi justru dengan keistimewaan-keistimewaan dari sahabat disabilitas!”
Tentang Suara Anak Disabilitas
Anak penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan anak lain untuk mencapai integrasi sosial dan pengembangan individu. Mereka juga bisa menyampaikan pendapat, tentang apa yang dirasakannya, sekaligus menyampaikan harapan-harapannya sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomer 8 Tahun 2016 Penyandang Disabilitas.
Mengingat pentingnya negara untuk mendengarkan pendapat anak penyandang disabilitas, maka perlu dilakukan usaha atau kegiatan yang dapat menampung suara mereka.
Salah satu usaha yang dilakukan Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA adalah dengan memfasilitasi lahirnya kegiatan Suara Anak Penyandang Disabilitas (SAPD) yang diharapkan bisa menjadi media penyampaian pendapat anak. Peserta boleh menyampaikan gagasan dalam bentuk tulisan dengan tema Lingkungan, Pendidikan, Transportasi dan lain-lain. Pelaksanaan kegiatan ini dikerjakan bersama dengan Musik Hana Midori.
SAPD sendiri adalah sebuah kegiatan yang membuka kesempatan khusus bagi anak-anak penyandang disabilitas untuk mengirimkan karya tulis mereka. Kegiatan ini berlangsung dari bulan April hingga Juni 2019.
Menurut Deputi Bidang Perlindungan Anak Nahar SH, Msi, para peserta kegiatan ini terbagi dalam 5 kategori disabilitas, yaitu: Disabilitas Fisik, Disabilitas Intelektual, Disabilitas Mental, Disabilitas Sensorik dan Disabilitas Ganda/Multi, dengan usia peserta adalah sebelum 18 tahun, dan khusus untuk anak penyandang disabilitas intelektual boleh sampai dibawah usia 25 tahun.
“Ada 103 yang masuk ke panitia dan dinilai oleh Dewan Juri. Kami memilih 15 Penyaji Terbaik, dari masing-masing kategori disabilitas yang diwakili oleh 3 Penyaji Terbaik,” kata Nahar SH, MSi sambil menyebut nama-nama juri yakni Prof Irwanto, Ph.D, Dewi Tjakrawinata, Dra Eva Rahmi Kasim, MDS , Rina Prasarani, dan Angkie Yudistia.
Inti dari kegiatan ini adalah anak-anak penyandang disabilitas punya kesempatan untuk berkreasi dan berpartisipasi. “Kami ingin mensosialisasikan kepada masyarakat, khususnya para orang tua untuk tidak mengabaikan suara anak-anak terlebih anak dengan disabilitas. Kegiatan ini diharapkan dapat mendorong anak-anak disabilitas untuk lebih berani dalam berpendapat,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Prof DR. Yohana Yambise Dip, Apling, MA
Menurut, Yohana Yambise tujuan akhir dari SAPD adalah supaya masyarakat ikut mendukung mereka menjadi mandiri.
“Lebih penting lagi, kumpulan naskah terbaik yang ide awalnya seperti mereka mau menyampaikan curhatan pada Mama Yo, yakni pada saya itu, kami terbitkan dalam bentuk buku. Sangat diharapkan buku ini bisa menjadi acuan bagi pengambil kebijakan, juga lembaga yang melakukan advokasi terkait anak penyandang disabilitas, agar mereka mengetahui lebih dalam, tentang harapan dan keinginan anak-anak disabilitas untuk kemudian bisa menjadi bahan dalam membuat kebijakan berikutnya,” jelas Menteri Yohana. (harianterbit/romi)