Dewan Pers Usut Kekerasan Terhadap Wartawan di Papua


JAMBITERBIT.COM, SORONG - Dewan Pers menurunkan tim satuan tugas anti kekerasan terhadap wartawan guna menginvestigasi dugaan kekerasan terhadap wartawan pasca demo protes rasisme berujung rusuh di Sorong, Papua Barat beberapa waktu lalu.

Tim dipimpin Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Agung Dharmajaya.
"Kami datang mencoba investigasi dalam beberapa hari ke depan bertemu dengan semua pihak terkait, supaya permasalahannya menjadi jelas," ujar Agung di Sekretariat Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamain (PBHKP) Jalan Sriti II HBM, Kota Sorong, Jumat 6 September 2019

Tim berjumlah empat orang, selain Agung ada unsur Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Mereka diberi waktu tiga bulan untuk mengumpulkan data dan informasi selama di lapangan, sebelum diserahkan ke Dewan Pers.

"Kami usahakan tidak dalam posisi lebih cepat atau lebih lambat. Kalau memang dirasa sudah cukup terpenuhi unsurnya, maka pekerjaan sudah bisa kita selesaikan sebelum tiga bulan," kata Agung.
Dia kemudian meminta peran serta para wartawan di Sorong membantu kelancaran tugas tim.
"Saya mohon dukungan, mohon bantuan teman-teman untuk kalau memang ada informasi, untuk hal-hal yang bisa berbagi saling melengkapi, untuk apa yang kami dapatkan temuan di lapangan," katanya.

Agung menyebut, selain meminta keterangan dari wartawan yang menjadi korban kekerasan, tim juga akan menelusuri informasi dari pihak lain.

"Artinya satu sisi saya sudah mendengarkan, hanya barangkali lebih elok, lebih elegan kami mendapatkan second opini dari yang lain, sehingga semakin menjelaskan duduk persoalannya. Tidak dari kacamata sepihak," terangnya.

Kesempatan itu Agung menyampaikan keprihatinan, masih adanya kekerasan atau intimidasi kepada wartawan yang sedang melaksanakan tugas jurnalistik.

"Pastinya kita prihatinlah. Kejadian ini tidak terulang kembali dan proses sedang berlangsung. Saya belum bisa memutuskan apa hasilnya, kita tunggu dan mohon bersabar untuk hasil akhirnya saya akan sampaikan kepada teman-teman semua," ujarnya.

Di tempat yang sama, Ketua IJTI Pengda Papua Barat, Chandry Andrew Suripatty mengatakan, saat mengetahui adanya intimidasi atau kekerasan oleh sesama wartawan, terlebih dahulu mencari tahu kejadian sebelum melaporkan ke Dewan Pers.

"Kita langsung mencoba menyelidiki, itu penyebabnya apa hingga terjadi kekerasan dan intimidasi kepada teman-teman di lapangan. Setelah itu kita laporkan sesuai aturan ke Dewan Pers," ujar Chandry.

Menurut Chandry, setelah pihaknya melaporkan hasil temuan, Dewan Pers kemudian membentuk tim satgas anti kekerasan untuk mendalami persoalan tersebut.

"Mereka sudah turun dan membentuk satgas anti kekerasan terhadap wartawan dan mudah-mudahan dalam waktu dekat teman-teman dari Dewan Pers mengungkap kasus ini dengan terang benderang agar kita juga punya jaminan keamanan dalam melaksanakan tugas sehari-hari di lapangan," imbuh Chandry.

Kekerasan dan intimidasi dialami sejumlah wartawan, menurut Chandry, berawal beredarnya video propaganda yang diduga dibuat dua oknum wartawan.

"Kita tidak bisa menuduh, kita mencoba untuk menganalisa. Setelah mendapat laporan ini kita langsung bergerak memberikan laporan langsung ke Dewan Pers. Bersama IJTI, AJI, dan PWI mereka sudah turun hari ini," ucapnya.

Sementara itu, Leonardo Ijie selaku pihak yang dirugikan dari konten video bermuatan propaganda, mengaku saat video beredar ada beberapa orang yang tidak dikenalnya mondar-mandir di depan rumahnya.

Selain itu di tempat biasa dia berkumpul dengan rekan-rekannya di depan Toko Ellyn, Jalan Basuki Rahmat, ada beberapa orang yang juga tak dikenal menanyakan dirinya.

"Saya sendiri merasa menjadi tahanan kota. Mau melangkah ke luar dari rumah saja, saya berpikir dua kali. Berbicara takut, saya sama sekali tidak takut. Saya tahu betul bahwa ada risiko ketika kita berbicara kebenaran," kata Leo. (*)

Sumber : tagar.id
Diberdayakan oleh Blogger.