Istana Harus Bijak Menyikapi Harga Gas Industri

istimewa
JAMBITERBIT.COM, JAKARTA - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengurungkan niat menaikkan harga gas komersial dan industri. Semestinya, harga baru gas mulai berlaku per 1 Oktober 2019. Penundaan kenaikan ini karena adanya keberatan para pengusaha.

Menanggapi hal ini Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengemukakan, pihak “Istana” atau pemerintah harus bijak menyikapi persoalan harga gas industri karena pada hakekatnya ini murni B to B.

Menurutnya, harga gas Industri harusnya ikuti harga pasar. Jadi pemerintah atau pihak istana tak perlu terlalu jauh ikut campur masalah B to B-nya bisnis gas industri.

“Jika pihak istana selalu merespons kehendak pengusaha maka ini bisa jadi preseden yang kurang baik bagi iklim bisnis yang pada akhirnya BUMN bisa jadi “tumbal” saja,” papar Sofyano di Jakarta, Jumat (4/10/2019).

Dia menyatakan, jika pemerintah ingin ikut campur masalah bisnis gas industri dengan mengakomodir keinginan pengusaha maka apakah pemerintah siap menurunkan harga hulu gas?

“Harga jual gas akan sangat bergantung kepada harga hulunya dan harga hulu gas di Indonesia tergolong mahal. Jangan karena ini ada pihak yang dirugikan dengan harus mengakomodir permintaan pengusaha yang tak ingin harga gas industri di koreksi naik,” ujar Sofyano.

Mundur

Dihubungi Kontan.co.id, Direktur Komersial PGAS, Dilo Seno Widagdo menambahkan, rencana kenaikan harga gas mundur dari jadwal lantaran terkendala masalah teknis. Namun dia enggan menjelaskan menyebut masalah teknis itu. Dilo hanya menegaskan, usulan kenaikan harga gas masih tetap berlaku, sehingga implementasinya hanya soal waktu.

Dilo memastikan, penundaan hanya berlaku sebulan sebagai bentuk relaksasi. Mengenai besaran kenaikan, manajemen PGAS mengatakan angkanya bervariasi sesuai segmen dan akan mereka bahas langsung dengan setiap pelanggan.

Sekretaris Perusahaan PGAS, Rachmat Hutama, menilai harga jual gas PGAS ke pelanggan akhir saat ini berkisar US$ 8 hingga US$ 10 per mmbtu. "Harga itu terbentuk dari berbagai sumber, baik gas sumur maupun LNG yang harganya jauh lebih tinggi," ungkap dia.

Kendati demikian, para pelaku industri yang bernaung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia masih bersikukuh menolak kenaikan harga gas. Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia Kadin, Achmad Widjaja, mengungkapkan rencana kenaikan harga gas berkisar 12%–15%. (harianterbir/safari)

sumber : harianterbit
Diberdayakan oleh Blogger.