Mewaspadai Dampak Banjir Pada Musim Penghujan

Rizal Ependi. Foto : jambiterbit.com 

Oleh : Rizal Ependi

MUSIM PENGHUJAN mungkin menjadi momok paling menakutkan bagi warga yang tinggal di bantaran Sungai Batanghari di Provinsi Jambi. Sungai terpanjang di Sumatra tersebut kerapkali meluap saat curah hujan tinggi.

Pada 1955 Provinsi Jambi pernah mengalami musibah banjir besar akibat meluapnya Sungai Batanghari. Banjir besar juga pernah terjadi pada 2003 yang menenggelamkan hampir separoh wilayah Provinsi Jambi. (tempo.co / 15 Desember 2003). Saat itu 10 kabupaten dan kota di Provinsi Jambi tak luput dari banjir.

Musibah tersebut tak urung membuat Gubernur Jambi saat itu Zulkifli Nurdin, kalang kabut. Berbagai upaya dilakukan guna menyelamatkan penduduk dari kepungan banjir. Mulai dari menyalurkan bantuan pangan, sandang,  hingga mendirikan tenda darurat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jambi.

Upaya pemerintah telah dilakukan se maksimal mungkin untuk mengantisipasi dampak banjir. Namun, banjir tak dapat dicegah selagi curah hujan masih tinggi. Daerah yang terdampak banjir paling parah ialah Kota Jambi, karena mendapat kiriman air hujan dari daerah hulu Sungai Batanghari.

Banjir juga menenggelamkan ratusan pemukiman penduduk di Kabupaten Tebo, Bungo, Batanghari, Muarojambi dan Kota Jambi. Lahan sawah, kebun, dan kolam ikan warga tak terlepas dari peristiwa itu.

Masyarakat tak hanya dirugikan secara materi, namun waktu dan tenaga banyak terkuras akibat bencana alam ini.

Banjir Musiman 

Banjir di Provinsi Jambi merupakan banjir musiman yang terjadi setiap tahun. Besar kecilnya volume banjir tergantung intensitas curah hujan.

Peristiwa itu tak dapat dielakan lantaran Provinsi Jambi berada di seputaran Sungai Batang Tebo, Sungai Batang Merangin dan Sungai Batanghari serta beberapa anak sungai yang bermuara ke Sungai Batanghari.

Pada tahun 2014, banjir yang menenggelamkan lahan pertanian di Provinsi Jambi menyebabkan kerugian amat besar dengan berkurangnya produksi padi daerah mencapai 12.000 ton. (Amrin Aziz, Kadis Pertanian Provinsi Jambi, 2014)

Banjir ini meredam setidaknya 8000 hektar sawah di Provinsi Jambi yang mengakibatkan gagal panen (puso). Saat itu lahan pertanian yang terkena puso terdapat di Kabupaten Merangin, Kerinci, Muarojambi dan Kota Jambi, seluas 3000 hektar. Sedangkan 5000 hektar sisanya rusak karena sedang dalam masa tanam.

Jika telah terjadi hal demikian biasanya pihak terkait akan berkoordinasi dengan Badan Meterologi dan Geofisika (BMKG) untuk mengetahui berakhirnya musim penghujan. Gunanya, untuk disosialisasikan kepada petani agar memulai musim tanam pada lahan sawah irigasi, guna mengatasi dampak terburuk gagal panen.

Pemerintah juga dapat menyiapkan kebutuhan petani untuk mengola lahan sawah yang rusak serta menyiapkan benih padi bantuan untuk petani agar target produksi beras di Jambi dapat tercapai.

Selain banjir musiman, Provinsi Jambi juga rentan terkena banjir bandang. Belum lama ini (2019) banjir bandang menerjang Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi yang mengakibatkan terputusnya akses jalan sejumlah warga desa di sana.

Diantara desa yang sempat terisolir yakni Desa Lubuk Mentilin, Desa Rantau Kermas, Desa Renah Kemumu dan Desa Tanjungsari. Penyebab terisolirnya desa itu karena jalan satu-satunya menuju ke luar desa terputus akibat banjir bandang.

Paska banjir biasanya akan mewabah penyakit diare yang disebabkan lingkungan yang kotor. Penyebab lain warga terpaksa menggunakan air yang tidak sateril untuk kebutuhan hidup, karena minimnya persediaan air bersih.

Dalam hal ini pihak terkait hendaknya menyiagakan para medis dan obat-obatan pada daerah yang terdampak banjir. (*)
Diberdayakan oleh Blogger.