Pahala Beranak Banyak
ISLAM tidak mengenal konsep pembatasan keturunan (tahdid al-nasl). Karena konsep ini seperti didasari ketakutan tidak dapat menghidupi keturunan. Allah SWT menegaskan, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. al-An’am/6: 151).
Ayat serupa terdapat juga di dalam surah al-Isra/17 ayat 31. Menurut pengarang Tafsir Jalalain, yang
dimaksud dengan “membunuh anak-anakmu”, adalah dengan mengubur mereka
hidup-hidup. Inilah watak jahiliah yang paling genuin, yang mengalir
turun-temurun dalam setiap kurun. Mereka takut miskin dan takut melarat.
Secara
teologis, harus diyakini bahwa makhluk apa saja yang terlahir di kolong
langit ini, akan tercukupi makanannya. Oleh karena itu, Islam mengadopsi
konsep penyusunan keturunan (tarkib al-nasl). Inilah titah Allah SWT,
“Dan bagi para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun
penuh.” (QS. al-Baqarah/2: 233).
Artinya, setelah dua tahun seorang ibu boleh melahirkan lagi. Syaikh Nawawi Banten dalam Tafsir Munir, memberi
komentar tentang ayat ini. Menurutnya, batas waktu yang kurang dari dua
tahun, tidak ada ketentuannya. Namun yang menjadi patokan dalam masalah
ini adalah mengenai kemaslahatan anak dan kehidupannya.
Suatu waktu,
Anas didoakan oleh Nabi SAW seperti ini, “Ya Allah, perbanyaklah harta
dan anaknya, serta berkahilah apa yang Engkau karuniakan padanya.” (HR.
Bukhari dan Muslim). Dari sini rupanya munculnya pandangan tentang
“banyak anak banyak rezeki”. Apalagi bagi masyarakat bercorak agraris
dan pastoralis.
Selain itu,
secara matematis, semakin banyak anak, maka semakin banyak yang
mendoakan sang orang tua apabila meninggal. Anak saleh menjadi amal
kebaikan yang tak terputus. Nabi SAW tegaskan, “Jika seseorang meninggal
dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (salah satunya),
doa anak yang saleh.” (HR. Muslim).
Hanya saja
perlu dijelaskan bahwa anak yang dimaksud dalam hadits ini tidak semata
anak kandung atau anak biologis, tapi juga anak ideologis. Indikasinya,
hadits ini tidak menggunakan kata “ibnun” atau anak kandung, tetapi
“waladun”, yakni anak dalam pengertian umum. Oleh karena itu siapun
punya peluang beranak banyak.
Misalnya,
seseorang yang mengadopsi anak atau memberi donasi bagi kebutuhan
pendidikan mereka, insya Allah mereka akan menjadi anak secara ideologis
yang doanya akan terus mengalir. Termasuk, doa santri kepada kiyainya,
doa murid kepada gurunya, doa anak keponakan kepada paman dan bibinya.
Namun, bagi
yang ingin beranak banyak ada formulanya. Nabi SAW mengajarkan,
“Nikahilah perempuan yang penuh cinta (yakni yang mencintai suaminya)
dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan
berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang
terdahulu).” (HR. Abu Daud).
Berdasar
informasi di atas, pahala beranak banyak adalah banyak rezeki yang bisa
dinikmati dalam kehidupan dunia. Selain, orang yang beranak banyak juga
akan mendapatkan banyak doa kelak di akhirat dari anak-anaknya yang
saleh, baik anak biologis maupun anak ideologis. Semoga kita dianugerahi
beranak banyak. (rep)
sumber : riauterbit.com