Erdogan Bertemu Pemimpin Hamas yang Paling Diburu AS
DUNIA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdo?an bertemu dengan kepemimpinan Hamas di Istanbul pada 22 Agustus lalu. Dua pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan tokoh nomor duanya, Saleh al-Arouri, yang ditunjuk sebagai teroris oleh AS dan akan diberi hadiah 5 juta dolar kepalanya itu turut menghadiri pertemuan tersebut.
Kepala Badan Intelijen Nasional Turki (M?T) Hakan Fidan, Direktur Komunikasi Kepresidenan Fahrettin Altun dan juru bicara kepresidenan ?brahim Kal?n juga hadir. Pertemuan itu diadakan di tengah meningkatnya ketegangan lintas batas antara Israel dan Hamas.
"Orang Mesir, Qatar dan [Utusan PBB di Timur Tengah] Nickolay Mladenov telah meningkatkan upaya mereka untuk memulihkan ketenangan, tetapi ketenangan hanya bisa datang jika Israel menyetujui tuntutan yang diajukan oleh Hamas dan faksi lain, "kata seorang pejabat Palestina kepada Reuters pada 21 Agustus.
Belakangan situasi Palestina memang semakin tegang. Israel sudah lantang menyatakan akan menjadikan kota Yurasalem timur sebagai ibu kota negaranya. Presiden AS Donald Trump sudah mendukung. Bahkan yang terakhir Uni Emirat telah membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Sedangkan kekuatan terbesar dan paling kuat di Palestina, Hamas, terus menolaknya dengan menyatakan siap berperang.
Kelompok Islam Palestina Hamas telah menyatakan dukungannya atas keputusan pemerintah Turki untuk mengubah Hagia Sophia yang ikonik di Istanbul menjadi sebuah masjid. “Pembukaan Hagia Sophia untuk shalat merupakan momen yang membanggakan bagi seluruh umat Islam,” kata Hamas dalam keterangan tertulisnya.
Hamas Dukung Hagia Sophia Jadi Masjid
Beberapa waktu sebelum pertemuan ini, Hamas menyambut baik putusan Dewan Negara Turki yang mencabut status ikonik Istanbul Hagia Sophia sebagai museum. Mereka menyatakan keputusan Presiden Erdogan tepat karena berladasnkan hukum dan nilai sejarha.
“Pembukaan Hagia Sophia untuk shalat adalah momen yang membanggakan bagi semua Muslim,” kata Rafat Murra, kepala kantor pers internasional Hamas, dalam sebuah pernyataan tertulis.
Murra mengatakan bahwa keputusan tersebut meman menciptakan "kesedihan" pada kelompok tertentu di dunia Arab.
“Kami tidak pernah melihat mereka mengkhawatirkan Masjid al-Aqsa. Kami belum pernah melihat mereka bersedih ketika Zionis menyerang 'Dome of the Rock'. Ketika penjajah melarang adzan di Masjid Al-Halil atau masjid Palestina. Mereka tidak peduli, ”katanya.
Dan memang, pada 10 Juli, Dewan Negara Turki - pengadilan administratif tertinggi di negara itu - membuka jalan bagi konversi Hagia Sophia kembali ke masjid meskipun ada peringatan internasional yang melarang langkah tersebut.
Tak lama setelah keputusan pengadilan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdo?an menyerahkan kendali struktur ikonik itu kepada Direktorat Urusan Agama (Diyanet) negara itu. Dalam pidato yang disiarkan televisi kepada negara pada 10 Juli, Erdogan mengatakan doa pertama di bangunan kuno itu akan diadakan pada 24 Juli. (rep)
sumber : riauterbit.com
Kepala Badan Intelijen Nasional Turki (M?T) Hakan Fidan, Direktur Komunikasi Kepresidenan Fahrettin Altun dan juru bicara kepresidenan ?brahim Kal?n juga hadir. Pertemuan itu diadakan di tengah meningkatnya ketegangan lintas batas antara Israel dan Hamas.
"Orang Mesir, Qatar dan [Utusan PBB di Timur Tengah] Nickolay Mladenov telah meningkatkan upaya mereka untuk memulihkan ketenangan, tetapi ketenangan hanya bisa datang jika Israel menyetujui tuntutan yang diajukan oleh Hamas dan faksi lain, "kata seorang pejabat Palestina kepada Reuters pada 21 Agustus.
Belakangan situasi Palestina memang semakin tegang. Israel sudah lantang menyatakan akan menjadikan kota Yurasalem timur sebagai ibu kota negaranya. Presiden AS Donald Trump sudah mendukung. Bahkan yang terakhir Uni Emirat telah membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Sedangkan kekuatan terbesar dan paling kuat di Palestina, Hamas, terus menolaknya dengan menyatakan siap berperang.
Kelompok Islam Palestina Hamas telah menyatakan dukungannya atas keputusan pemerintah Turki untuk mengubah Hagia Sophia yang ikonik di Istanbul menjadi sebuah masjid. “Pembukaan Hagia Sophia untuk shalat merupakan momen yang membanggakan bagi seluruh umat Islam,” kata Hamas dalam keterangan tertulisnya.
Hamas Dukung Hagia Sophia Jadi Masjid
Beberapa waktu sebelum pertemuan ini, Hamas menyambut baik putusan Dewan Negara Turki yang mencabut status ikonik Istanbul Hagia Sophia sebagai museum. Mereka menyatakan keputusan Presiden Erdogan tepat karena berladasnkan hukum dan nilai sejarha.
“Pembukaan Hagia Sophia untuk shalat adalah momen yang membanggakan bagi semua Muslim,” kata Rafat Murra, kepala kantor pers internasional Hamas, dalam sebuah pernyataan tertulis.
Murra mengatakan bahwa keputusan tersebut meman menciptakan "kesedihan" pada kelompok tertentu di dunia Arab.
“Kami tidak pernah melihat mereka mengkhawatirkan Masjid al-Aqsa. Kami belum pernah melihat mereka bersedih ketika Zionis menyerang 'Dome of the Rock'. Ketika penjajah melarang adzan di Masjid Al-Halil atau masjid Palestina. Mereka tidak peduli, ”katanya.
Dan memang, pada 10 Juli, Dewan Negara Turki - pengadilan administratif tertinggi di negara itu - membuka jalan bagi konversi Hagia Sophia kembali ke masjid meskipun ada peringatan internasional yang melarang langkah tersebut.
Tak lama setelah keputusan pengadilan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdo?an menyerahkan kendali struktur ikonik itu kepada Direktorat Urusan Agama (Diyanet) negara itu. Dalam pidato yang disiarkan televisi kepada negara pada 10 Juli, Erdogan mengatakan doa pertama di bangunan kuno itu akan diadakan pada 24 Juli. (rep)
sumber : riauterbit.com