RUU Kejaksaan Perkuat Sistem Peradilan Modern
JAKARTA - Revisi Rancangan Undang Undang (RUU) Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan RI tidak akan mengambil alih kewenangan penyidikan
penegak hukum lainnya.
Langkah DPR yang merevisi RUU itu patut diapresiasi demi terwujudnya sistem peradilan yang modern dan berkeadilan.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanudin (FH Unhas),
Prof Dr HM Said Karim SH MH Msi CLA menyatakan dengan penyidikan
lanjutan (Pasal 30) dalam revisi RUU tidaklah benar jika dikatakan
bahwa kewenangan penyidikan akan diambil oleh kejaksaan.
“Semua aparat penegak hukum yang telah memiliki kewenangan melakukan
penyidikan tetap saja berhak melakukan penyidikan,” ujar Said Karim
menanggapi revisi RUU Kejaksaan yang saat ini digodok Komisi Hukum DPR
RI.
Guru Besar Hukum Pidana dan Dosen Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Hasanudin (FH Unhas) Makassar ini menyatakan, pengaturan
penyidikan lanjutan bukanlah hal baru karena sebelumnya telah ada dan
telah dilakukan.
"Cuma istilah saja berubah. Dulu pemeriksaan tambahan kini berubah
menjadi penyidikan lanjutan. Dan dulu hanya memeriksa saksi-saksi, kini
dalam RUU bisa juga memeriksa tersangka," ujarnya.
Ketentuan hukum yang mengaturnya Pasal 27 ayat 1 huruf d UU Nomor 5
tahun 1991 tentang Kejaksaan Jo UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan
RI Jo Pasal 110 dan 138 KUHAP UU Nomor 8 tahun 1981.
Dia menerangkan tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) atau
integrated criminal justice sistem (ICJS) yakni suatu cara pemeriksaan
perkara pidana secara terpadu, mulai tahap penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di depan persidangan, penjatuhan putusan, upaya
hukum sampai dengan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap (inkracht).
Dikatakan Said Karim, pentingnya SPPT atau ICJS karena merupakan
instrumen dalam mewujudkan penegakan hukum pidana materil bila terjadi
pelanggaran.
“Tujuan SPPT atau ICJS ini agar terwujud optimalisasi penegakan hukum pidana,” ucapnya.
Said Karim menyebut lima sub sistem peradilan pidana terpadu, yakni
Kepolisian RI (UU No 2 tahun 2002), Kejaksaan RI (UU No 16 tahun 2004),
Pengadilan (UU No 48 tahun 2009), Advokat (UU No 18 tahun 2003) dan
Lembaga Pemasyarakatan(UU No 12 tahun 1995).
"Kelima sub sistem tersebut harus bekerja secara terpadu dan
terintegrasi agar terwujud optimalisasi penegakan hukum pidana,” ujar
Said Karim.
Menurut Dia, dalam upaya penyempurnaan RUU Kejaksaan, yang kelak akan
mengganti UU Nomor 16 tahun 2004, RUU Kejaksaan tersebut tidak hanya
menambah dan melengkapi Kewenangan Kejaksaan, tapi diharapkan RUU
tersebut kelak pada saat diundangkan mendapatkan penerimaan yang baik
dari masyarakat.
"Juga semakin dapat memperkuat hubungan terpadu dan terintegrasi antara
Kejaksaan dan aparat penegak hukum lainnya, sebagai bagian dari sistem
peradilan pidana terpadu demi terwujudnya proses penegakan hukum secara
optimal," ujarnya. (harianterbit.com)